REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Puluhan ribu warga Israel menggelar unjuk rasa di Tel Aviv pada Sabtu (9/8/2025). Mereka menuntut pemerintahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menghentikan perang di Jalur Gaza. Demo itu digelar sehari setelah pemerintahan Netanyahu mengumumkan akan merebut Kota Gaza.
Dalam demonstrasi tersebut, selain spanduk-spanduk bertuliskan seruan penghentian perang, sejumlah massa juga membawa foto para warga Israel yang masih disandera di Gaza. Saat ini terdapat 49 warga Israel yang masih ditahan kelompok Hamas.
Salah satu peserta aksi adalah Shahar Mor Zahiro. Dia adalah kerabat dari warga Israel yang ditahan Hamas. Namun kerabat Zahiro tewas akibat gempuran serangan militer Israel ke Jalur Gaza.
"Kami akan mengakhiri dengan pesan langsung kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu: jika Anda menyerbu sebagian wilayah Gaza dan para sandera dibunuh, kami akan mengejar Anda di mana pun," ujar Zahiro, dikutip laman Al Arabiya.
Pada Jumat (8/8/2025), kabinet keamanan Netanyahu menyetujui rencana operasi besar-besaran untuk merebut Kota Gaza. Rencana tersebut seketika memicu kritik dan penolakan, tidak hanya dari dunia Arab dan Islam, tapi juga Barat.
Meski menuai penolakan luas, Benjamin Netanyahu mengisyaratkan akan tetap melanjutkan rencananya merebut Gaza. "Kami tidak akan mengokupasi Gaza - kami akan membebaskan Gaza dari Hamas. Gaza akan didemiliterisasi, dan pemerintahan sipil akan dibentuk, bukan Otoritas Palestina, bukan Hamas, dan bukan organisasi teroris lainnya," tulis Netanyahu lewat akun X resminya pada Jumat lalu.
Sejak mulai melancarkan agresi ke Gaza pada Oktober 2023, Netanyahu telah menghadapi gelombang protes dari warganya yang menghendaki agar perang di Gaza dihentikan. Sejauh ini, setidaknya 61 ribu warga Gaza telah terbunuh akibat agresi Israel.
Penolakan internasional