REPUBLIKA.CO.ID, KABANJAHE -- Pos-pos pengungsian bencana Gunung Sinabung yang tersebar di 43 titik Kabupaten Karo dan Langkat, Sumatera Utara (Sumut) belum dilengkapi dengan sumber daya pendeteksi penyakit. Akibatnya, para pengungsi yang menderita sakit cacar air dan campak tidak terdeteksi sejak dini.
Hal ini disampaikan oleh dokter khusus bencana dari Dokter Indonesia Bersatau (DIB) Tomi Hendrawan. Tomi yang dalam tugasnya bergabung dengan Palang Merah Indonesia (PMI) Kabanjahe, Karo, Sumut mengatakan, sumber daya medis belum memadai di tiap pos.
“Jadi kita tidak tahu di suatu pos ada pengungsi yang sedang sakit apa, sejak kapan dan sudah menyebar seperti apa,” ujar dia kepada Republika di pos utama PMI, Kabanjahe, Sumut Selasa (11/2).
Tomi mengatakan, untuk mengetahui situasi di setiap pos pengungsian, tim medis baru akan mendapat data bila melakukan kunjungan pelayanan kesehatan. Dari gelaran pengobatan gratis itu, baru diketahui apa yang diderita oleh para pengungsi.
“Tidak ada laporan intensif setiap harinya, penyakit pengungsi baru diketahui kalau ada kunjungan kesehatan saja,” kata dia.
Imbas dari tidak adanya SDM yang melakuakn deteksi dini itu pun terlihat dari baru diketemukannya wabah cacar air dan campak di salah satu pos pengungsian. “Semalam kami temukan ada campak dan cacar air di pos gedung serba guna KNPI yang mendera beberapa anak, artinya ini ada wabah tapi tidak terdeteksi dari awal,” kata dia.
Untuk itu, ia dan tim PMI pun akan terus mendesak Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Karo untuk segera membuat sistme deteksi dini agar tidak ada lagi kecolongan.