REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Kurs dolar AS diperdagangkan bervariasi terhadap mata uang utama lainnya pada Selasa (Rabu pagi WIB), karena sepasang data ekonomi lemah dari negara itu.
Indeks kondisi bisnis umum untuk Februari turun delapan poin di wilayah New York, tetapi tetap positif sebesar 4,5, menurut Survei Manufaktur Empire State (Negara Bagaian New York) yang dirilis oleh Federal Reserve New York pada Selasa, sedikit lebih rendah dari perkiraan para analis.
Selain itu, kepercayaan pengembang AS di pasar untuk bangunan baru, rumah keluarga tunggal, turun menjadi 46 pada Februari dari 56 di bulan sebelumnya, menurut Asosiasi Nasional Pengembang Perumahan (NAHB)/Indeks Pasar Perumahan Wells Fargo yang dirilis Selasa. Asosiasi menyalahkan kondisi cuaca yang luar biasa parah untuk angka yang lebih buruk dari perkiraan.
Angka-angka mengecewakan mengurangi permintaan untuk mata uang AS dan menekannya.
Selain itu, investor akan mengumpulkan tanda-tanda mengenai rencana pengurangan stimulus moneter Federal Reserve AS dari risalah pertemuan kebijakan pada Januari yang akan dirilis Rabu, yang memainkan peran penting dalam menentukan tren greenback.
Dolar menguat terhadap yen Jepang setelah bank sentral Jepang, Bank of Japan (BoJ), berjanji bahwa mereka akan mempertahankan kebijakan moneter yang longgar di tempat untuk mengatasi deflasi.
Greenback membalikkan perdagangan menurun baru-baru ini menjadi bergerak lebih tinggi terhadap pound Inggris, karena inflasi di Inggris keluar di bawah target dua persen pada Januari untuk pertama kalinya dalam lebih dari empat tahun.
Pada akhir perdagangan di New York, euro naik menjadi 1,3757 dolar dari 1,3696 dolar di sesi sebelumnya, dan pound Inggris turun menjadi 1,6682 dolar dari 1,6743 dolar. Dolar Australia turun menjadi 0,9034 dolar dari 0,9036 dolar.
Dolar AS dibeli 102,34 yen Jepang, lebih tinggi dari 101,87 yen pada sesi sebelumnya. Greenback pada Selasa turun menjadi 0,8883 franc Swiss dari 0,8918 franc Swiss, dan jatuh ke 1,0945 dolar Kanada dari 1,0981 dolar Kanada.