Selasa 25 Feb 2014 00:45 WIB

Kisah Nakamura, Prajurit Jepang yang Bersembunyi 30 Tahun di Hutan Morotai

Teruo Nakamura saat bertemu istrinya setelah berpisah lebih dari 30 tahun
Foto: Asahi Shimbun
Teruo Nakamura saat bertemu istrinya setelah berpisah lebih dari 30 tahun

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Hafil, Wartawan Republika
 

Orangnya berkulit agak hitam. Kepalanya sudah botak namun badannya masih tegap untuk berjalan. Hidungnya mancung, kelihatan sekali kalau ia adalah pria keturunan arab.

Dialah Faizal bin Abdul Azis (64 tahun), salah seorang saksi hidup peristiwa penjemputan Teruo Nakamura, seorang prajurit Jepang era Perang Dunia Kedua yang bersembunyi di belantara hutan Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara, selama 30 tahun. 

Orangnya ramah, saya dipersilakan masuk ke dalam rumahnya di Ternate, Maluku Utara, dan memperkenalkan diri. Setelah berbasa-basi, saya memintanya untuk menceritakan pengalamannya 40 tahun yang lalu, saat ia masuk dalam rombongan pasukan TNI AU yang menjemput Nakamura.

Sambil menghisap sebatak rokok kretek miliknya, Faizal  menerawang kembali ke masa lalu. Ia ingat, pada waktu itu, sebelum penjemputan Nakamura, sudah tersiar kabar dari kalangan penduduk di Pulau Morotai bahwa ada prajurit Jepang, veteran Perang Dunia Kedua yang masih bertahan  di hutan Desa Pilowo. 

Pada waktu itu, ada seorang warga Desa Pilowo bernama Luther Goge yang melapor ke Kapolsek Pulau Morotai, Kapten Lawalata tentang adanya prajurit Jepang yang bersembunyi di hutan.

Berdasarkan keterangan Luther, lanjut Faizal, bahwa ayahnya yang bernama Baicoli, bersahabat dengan Nakamura selama puluhan tahun. Ayahnya bertemu Nakamura saat sedang berburu babi hutan. 

Dari pertemuan itu, mereka bersahabat. Baicoli kerap mengunjungi Nakamura di tempat persembunyiannya untuk membawakan bahan-bahan makanan yang dibutuhkan seperti gula, garam, atau teh. 

Kegiatan Baicoli itu pada awalnya sama sekali tak diketahui oleh Luther. Hingga akhirnya, menjelang ayahnya meninggal, Luther diberi wasiat untuk melanjutkan persahabatan dengan Nakamura dan menyediakan kebutuhan-kebutuhan yang diinginkannya. 

Luther kemudian dikenalkan oleh ayahnya kepada Nakamura. Setelah ayahnya meninggal, Luther yang melanjutkan persahabatannya itu.

Namun, Luther juga pada 1974, mulai merasakan hidupnya tak akan lama lagi. Ia pun khawatir dengan keadaan Nakamura. Luther tak memiliki anak yang akan melanjutkan hubungannya dengan Nakamura. Akhirnya, ia melaporkan tentang persahabatannya itu kepada Kapolsek Pulau Morotai.

Pada awalnya,  Kapten Lawalata selaku kapolsek  belum meyakini laporan dari Luther Goge itu. Sehingga, ia melaporkan hal tersebut kepada Komandan Pangkalan Udara TNI AU di Pulau Morotai, Kapten Supardi.  

Kapten Supardi-lah yang memutuskan untuk menjemput Nakamura. Sebuah tim penjemput beranggotakan sebanyak 20 orang disiapkan dan Supardi memimpin penjemputan itu.

Faizal, yang saat itu baru berusia 24 tahun, diajak ikut serta oleh Supardi menjadi bagian dari tim. Ia yang pada waktu itu menjadi kontributor RRI Ternate di Pulau Morotai, menjadi satu-satunya wartawan yang meliput di Pulau Morotai.

Penjemputan Nakamura

Faizal menceritakan, tim berangkat pada 18 Desember 1974. Tim berangkat pada pagi hari. Namun, keberangkatan itu dirahasiakan dari penduduk. Tim  berjalan dari pagi hingga petang mulai dari pusat kota Pulau Morotai ke kawasan hutan di Desa Pilowo, tempat persembunyian Nakamura.

"Kami berjalan kaki ke hutan dari pagi sampai sore. Malamnya kami mendirikan tenda dan tidur di hutan," kenang Faizal beberapa waktu lalu. 

Pada malam harinya, ada seorang anggota bernama Sersan Mayor Hanz Anthony yang fasih berbahasa Jepang. Ia kemudian merancang skenario penangkapan Nakamura.

Ia mengajarkan lagu Kimigayo, lagu kebangsaan Jepang kepada seluruh tim. Tim penjemput pun menghapalkannya. Selain lagu, tim juga membawa foto Presiden Soeharto  beserta bendera merah putih dan Perdana Menteri Jepang pada waktu itu Kakuei Tanaka beserta bendera matahari Jepang. 

Skenarionya adalah, saat Nakamura muncul, maka tim penjemput menyanyikan lagu kebangsaan Jepang dan mengibarkan bendera Jepang dan merah putih serta menunjukkan foto Presiden Soeharto dan Perdana Menteri Kakuei Tanaka.

Pagi harinya, tim penjemput kembali bergerak mencari Nakamura. Setelah beberapa saat berjalan, tim menemukan gubuk persembunyian Nakamura. Pada waktu ditemukan, Nakamura sedang tidak ada di tempat.

Tim penjemput pun kemudian bersembunyi. Saat Nakamura kembali, tim kemudian mengepung gubuk itu.Nakamura terkejut dan raut wajahnya terlihat sangat tegang dan berusaha masuk ke dalam gubuk.

Sesuai sekenario, tim menyanyikan lagu Kimigayo dan mengibarkan foto serta bendera. Mendengar itu, Nakamura langsung berdiri tegak dan dalam keadaan siap. Saat itulah, Serma Hanz Anthony menyergap Nakamura. Tim kemudian menodongkan senjata ke arah Nakamura dan menyuruhnya angkat tangan. "Pada saat itu juga Nakamura menyerah kepada Pasukan TNI AU," kata Faizal. 

Sersan Mayor Hanz Anthony kemudian berbicara kepada Nakamura dalam bahasa Jepang. Hanz menginformasikan bahwa perang telah usai sejak 29 tahun lalu. Jepang, sebagai negara yang dibela Nakamura juga kalah dalam perang tersebut oleh sekutu.

Hanz juga menginformasikan bahwa Pulau Morotai saat ini adalah daerah merdeka dan bergabung dengan negara yang bernama Indonesia. Hanz pun menunjukkan foto Presiden Soeharto sebagai kepala negara Indonesai saat ini. Tak lupa, Hanz juga menunjukkan foto Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka sebagai kepala pemerintahan Jepang.

Faizal yang menyaksikan peristiwa itu menceritakan. Kondisi Nakamura saat ditemukan hanya memakai baju yang terbuat dari karung goni. Tubuhnya tinggi besar dan terawat. Kulitnya putih. Ia membantah cerita-cerita penduduk bahwa saat ditemukan, rambut Nakamura gondrong dan acak-acakan. Menurutnya, rambut Nakamura dipotong pendek. "Ah itu cerita-cerita yang ditambah-tambahi saja oleh penduduk," katanya. 

Tim kemudian masuk ke dalam gubuk Nakamura. Gubuk itu hanya seluas 2x2 meter. Terbuat dari kayu dan beratap rumbia. Di dalam gubuk, terdapat tumpukan kayu yang sudah melengkung. Kayu itu melengkung karena dijadikan tempat tidur Nakamura. Selain itu, berdasarkan cerita Serma Hanz Anthony yang bisa berbicara dengan Nakamura dalam bahasa Jepang, Nakamura menggunakan itu untuk membakar dirinya sendiri, jika suatu saat ia sudah tidak bisa berbuat apa-apa.

Di langit-langit gubuknya, ditemukan satu buah senjata yang disimpan Nakamura. Senjata itu ia rawat sejak masa perang, 30 tahun sebelumnya. Di lantai yang terbuat dari tanah itu, ditemukan 14 peluru aktif. Di dalam rumahnya juga terdapat satu botol besar yang berisi minyak babi. Digunakan Nakamura untuk merawat senjatanya dan untuk bumbu makanan.

Di kompleks gubuk itu, Nakamura menamam berbagai macam tanaman. Ia menanam jenis umbi-umbian seperti ubi dan singkong. Ia membangun pagar terbuat dari kayu untuk mengelilingi gubug dan pekarangannya itu.

Setelah ditangkap, Nakamura diberikan baju seragam oleh TNI AU. Tanpa diikat atau diborgol, Nakamura dibawa oleh tim ke pangkalan TNI AU melalui jalur laut menggunakan speed boat. Sampai di pelabuhan, warga ternyata sudah ramai. Pulau Morotai pun dihebohkan oleh penemuan Nakamura.

Pesawat TNI AU disangka pesawat sekutu

Menurut Faizal, Nakamura yang sudah 30 tahun itu tidak berinteraksi dengan peradaban, terlihat bingung saat melihat keramaian. Ia kemudian dibawa ke pangkalan TNI AU dan dirawat di sana untuk dicek kesehatannya. Menurut keterangan dokter, Faizal mengatakan bahwa keadaan Nakamura baik-baik saja.

Selain itu, Faizal menceritakan berdasarkan keterangan Serma Hanz Anthony, Nakamura bersembunyi di dalam hutan karena menyangka Pulau Morotai masih dikuasai oleh Pasukan Sekutu. Apalagi, di Pulau Morotai yang terdapat Pangkalan TNI AU, sering dikunjungi oleh pesawat Hercules. Nakamura menyangka itu adalah pesawat Pasukan Sekutu.

"Jadi dia kalau ada pesawat Hercules TNI AU, dia bersembunyi dan merunduk di hutan," kata Faizal menirukan keterangan Serma Hanz Anthony. 

Beberapa hari berada di pangkalan TNI AU, Faizal  menyaksikan bahwa Nakamura mencoba beberapa kali belajar sepeda. Namun, ia selalu gagal.

Hingga akhirnya, Nakamura dijemput oleh Kepala Staf Angkatan Udara waktu itu, Marsekal Saleh Basarah dari Jakarta dengan pesawat Hercules. Rombongan dari Jakarta itu juga membawa puluhan wartawan. 

Setelah Nakamura di bawa ke Jakarta, ia diserahkan ke Kedutaan Besar Jepang. Pada awalnya, Nakamura ingin dikembalikan ke Jepang. Namun, ia terhalang masalah administrasi. Karena, ternyata diketahui bahwa Nakamura hanya seorang pasukan sukarela atau wajib militer pasukan Jepang  dari Taiwan. 

Nakamura akhirnya dibawa ke Taiwan. Setelah itu, Faizal mengaku tak pernah mendapat kabar lagi tentang bagaimana kehidupan Nakamura  selanjutnya.

Siapa Nakamura?

Tertinggalnya prajurit bertahan di  Pulau Morotai ini ada hubungannya dengan kedudukan pulau itu. Pasukan sekutu  berhasil merebut pulau strategis ini dari tangan Jepang tanggal pada tahun 1944.  

Menurut veteran dari Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI)  sekaligus saksi sejarah kedatangan sekutu ke Pulau Morotai Muhammad Yaman, pada awalnya Jepang menguasai pulau itu dengan kekuatan sebanyak satu batalyon atau sekitar 1000 orang personel.

Namun, Pasukan Sekutu yang terdiri dari Amerika Serikat dan Australia mengirimkan sembilan divisi atau sekitar 90 ribu pasukan untuk merebut pulau itu dari Jepang pada 1944. Pasukan Jepang kocar-kacir, termasuk Nakamura yang kemudian bersembunyi di pulau itu selama 30 tahun.

Dikutip dari laman wikipedia, Nakamura berasal dari penduduk asli Taiwan, kemungkinan suku Amis, dari Taiwan yang saat itu menjadi koloni Jepang. Lahir pada tahun 1919, ia terkena wajib militer dan dimasukkan ke dalam sebuah Unit Sukarela Takasago dari Angkatan Darat Kekaisaran Jepang pada bulan November 1943. 

Ia ditempatkan di Pulau Morotai di Indonesia tak lama sebelum pulau tersebut ditaklukkan oleh Sekutu pada bulan September 1944 dalam Pertempuran Morotai. Ia dinyatakan tewas pada bulan Maret 1945.

Setelah pulau itu direbut, kelihatannya Nakamura tinggal bersama sejumlah prajurit Jepang lain yang tidak mau menyerah di pulau tersebut hingga dekade 1950-an, walau juga beberapa kali hidup sendirian selama jangka waktu cukup lama. 

Pada tahun 1956, ia kelihatannya berkeputusan untuk tak mengikatkan diri lagi dengan para prajurit lain yang tak mau menyerah di pulau tersebut, dan mulai membangun sebuah kamp kecil miliknya sendiri, yang terdiri dari sebuah pondok kecil di dalam ladang berpagar seluas 20 kali 30 meter. 

Ketika ditanyakan alasannya meninggalkan para prajurit yang lain, Nakamura mengklaim mereka mencoba membunuh dirinya. Tapi, klaim ini disangkal oleh tiga prajurit lain dari kelompoknya, yang telah ditemukan pada dekade 1950-an.

Nakamura adalah prajurit Jepang Perang Dunia Kedua terakhir yang keluar dari persembunyiannya di berbagai negara. Pada umumnya, prajurit Jepang yang bersembunyi itu tak mau menyerah oleh pihak sekutu. 

Sebelum Nakamura, ada prajurit Jepang veteran Perang Dunia Kedua yang bertahan. Yakni, Letnan Hiroo Onoda yang bertahan sejak Desember 1944 hingga Maret 1974 di Pulau Lubang, Filipina.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement