REPUBLIKA.CO.ID, Ibadah diwajibkan bagi umat Islam yang memiliki kemampuan (istithaah), baik fisik maupun materiil.
Ibadah haji juga merupakan perjalanan panjang yang mengandung risiko berupa kecelakaan
atau kematian. Dan, untuk meringankan beban risiko tersebut, muncullah asuransi. Lantas bagaimana hukum asuransi haji dalam Islam?
Berikut petikan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang tertuang dalam fatwa No: 39/DSN-MUI/X/2002.
MUI mendasarkan penetapan fatwa ini pada sejumlah pertimbangan. Pertama, asuransi haji sudah termasuk dalam komponen biaya perjalanan ibadah haji (BPIH) yang dibayar oleh calon jamaah haji melalui Departemen Agama RI.
Kedua, setiap calon jamaah haji mengharapkan semua proses pelaksanaan ibadah haji termasuk asuransinya sesuai dengan syariah agar mendapatkan haji mabrur.
Ketiga, penyelenggaraan asuransi konvensional dinilai bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah, maka asuransi yang digunakan harus sesuai dengan syariah. “Oleh karena itu, dipandang perlu menetapkan fatwa tentang asuransi haji,” kata DSN-MUI dalam pertimbangan fatwanya.
Selain itu, menurut MUI, yang dijadikan landasan fatwa adalah sejumlah firman Allah dalam Alquran dan hadis Rasulullah SAW. Diantara firman Allah SWT itu adalah tentang perintah mempersiapkan hari depan.
“Hai orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memerhatikan apa yang telah dibuat untuk hari esok (masa depan). Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Hasyr [59]: 18).
Firman Allah tentang perintah untuk saling tolong-menolong dalam amal kebajikan, antara lain: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. al-Maidah [5]: 2)
Firman Allah tentang prinsip-prinsip bermuamalah, baik yang harus dilaksanakan maupun dihindarkan, antara lain: “Hai orang-orang yang beriman tunaikanlah akad-akad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.” (QS. al-Maidah [5]: 1)
Kemudian firman Allah dalam surah an-Nisa [4]: 58, “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah dengan adil…”
Firman Allah dalam surah al-Maidah [5]: 90, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
Firman Allah dalam surah al-Baqarah [2]: 275, “Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”