REPUBLIKA.CO.ID, Seorang guru seharusnya menjadi teladan bagi murid-muridnya.
Dunia pendidikan negeri ini dibuat gempar. Bukan soal kurikulum pendidikan yang sempat menimbulkan pro-kontra.
Tapi, penyebab terjadinya kegaduhan itu adalah terungkapnya skandal dugaan pelecehan seksual yang dilakukan seorang guru kepada murid. Peristiwa memalukan itu menimpa SMA Negeri 22 Jakarta Timur, beberapa waktu lalu.
Apakah itu hal yang baru terjadi di negeri ini? Rupanya, peristiwa semacam itu sudah acap kali terjadi. Di awal tahun, seorang oknum guru SD di Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) sampai diseret ke meja hijau untuk mempertangungjawabkan perilaku asusila yang telah diperbuatnya.
Lantas, bagaimanakah para mahasiswa Muslim melihat fenomena ini? Zulkarnaen, Aktivis Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang mengatakan, akar masalah kejadian tersebut karena minimnya nilai-nilai agama tertanam di sekolah.
“Kalau saya pribadi, sepertinya persoalan itu muncul dari lingkungan sekolahnya itu sendiri. Dalam hal ini nilai-nilai agama tak tertanam dengan baik,” kata mahasiswa jurusan Fisika angkatan 2009 itu.
Zulkarnaen lalu menceritakan perihal pengalamannya saat bersekolah di SMA 1 Praya, Lombok Tengah, NTB. Semasa SMA, pihak sekolah sering melakukan pengajian bersama di hari Jumat.
“Biasanya, sebelum kelas dimulai pada hari Jumat, kita secara bersama-sama selalu melakukan Yasinan (membaca surat Yasin). Ini menciptakan kebersamaan di antara murid dan guru,” tutur dia.
Model semacam itu, kata Zulkarnaen, tidak terjadi di sejumlah sekolah yang ada di Pulau Jawa. Lalu, ia juga menceritakan bagaimana di SMA-nya dulu para guru juga mendapatkan pembekalan agama secara rutin.