REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fuji Pratiwi
SK Dirjen Dikdasmen yang membolehkan jilbab akan menjadi peraturan menteri.
JAKARTA — Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhammad Nuh menegaskan, sekolah tak boleh melarang pakaian yang berciri keagamaan. Ia merespons larangan jilbab oleh sekitar 40 sekolah yang ada di Bali.
Menurutnya, jilbab boleh digunakan oleh siswi Muslim. Ini sudah ada ketetapannya melalui SK Dirjen Dikdasmen Nomor 100 Tahun 1991.
“Tidak boleh melarang. Sampaikan itu kepada kepala sekolahnya, tidak boleh, titik,” kata Nuh di sela Rembuk Nasional Pendidikan, Kamis (6/3).
Sekolah nasional dijamin penuh mengizinkan siswinya berpakaian sesuai keyakinan agamanya, seperti jilbab. Tidak boleh karena berpakaian agama lantas mereka tidak diterima di sekolah itu. Harusnya, tak ada kasus pelarangan.
Saat disinggung apakah sekolah-sekolah yang melarang jilbab akan dijatuhi sanksi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Nuh menegaskan, “Tidak boleh. Apa tidak cukup dibilang tidak boleh?”
Sebelumnya, Mendikbud sempat meminta data sekolah yang melarang jilbab di Bali. Data yang diminta, dipenuhi Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia (PB PII) yang hadir juga dalam Rembuk Nasional Pendidikan.
PII menyerahkan masing-masing satu bundel dokumen berisi laporan PII Wilayah Bali dan tim advokasi sejak Oktober 2013 hingga Februari 2014, draf perkara jilbab SMAN 2 Denpasar, skema gerakan jangka pendek tim advokasi, dan kumpulan berita pelarangan jilbab di Bali.
PII juga memberikan daftar sekolah yang melarang jilbab, kliping berita media lokal, dan hasil advokasi kasus jilbab 2002. Sehari sebelumnya mereka bertemu pula dengan Direktur Pembinaan SMA Kemendikbud Harris Iskandar dan Komisioner Komnas HAM Maneger Nasution.
Sebanyak 31 sekolah yang melarang jilbab sudah masuk daftar yang diserahkan ke Kemendikbud dan Komnas HAM, termasuk kepada Mendikbud. Sedangkan, sembilan sekolah lainnya masih proses peninjauan.
Direktur Pembinaan SMA Kemendikbud Harris Iskandar mengatakan SK Dirjen Dikdasmen Nomor 100 Tahun 1991 sedang dibahas untuk kemudian dijadikan peraturan menteri dan sudah memasuki tahap akhir. “Ya, April ini bisa selesai,” katanya.
Wakil Sekjen PB PII Helmy al-Djufry mengatakan, jilbab di sekolah-sekolah Bali dianggap tak biasa. Padahal, ada aturan yang mengizinkan jilbab dalam bentuk SK yang berlaku secara nasional. Ada kepala sekolah yang berdalih melarang jilbab karena tak mengetahui ada SK itu.
Anggota Komisi X DPR Herlini Amran mendorong agar Kemendikbud memberikan sanksi tegas kepada sekolah yang melarang jilbab. Masih adanya kasus pelarangan jilbab menunjukkan kebandelan sekolah dengan tameng otonomi daerah.
Sanksi bisa dilakukan dengan pengumuman nama-nama sekolah dan memanggil kepala sekolahnya. “Kalau keadaan seperti sekarang ini masih berlanjut, Dinas Pendidikan daerahnya harus ditegur. Tertibkan dinas pendidikannya,” ujar Herlini.
Ia mengaku sampai sampai saat ini belum memperoleh data dari PII mengenai sekolah yang melarang jilbab. Padahal, pada Rabu (5/3), Komisi X rapat kerja dengan Kemendikbud. Namun, isu jilbab tak diangkat karena tak ada laporan.
Kalau saja sebelum rapat kerja laporan PII masuk, kata Herlini, isu pelarangan jilbab di Bali bisa di-blow up. Herlini menambahkan, jika nantinya PII memberikan laporan ke Komisi X, mungkin bisa dibahas dalam rapat kerja setelah reses, sekitar Mei.