Ahad 09 Mar 2014 17:06 WIB

UU Pemilu Mesir Dituding Langgar Konstitusi

Rep: gita amanda/ Red: Taufik Rachman
Pemilu Mesir (ilustrasi)
Foto: toonpool.com
Pemilu Mesir (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,KAIRO-- Presiden Interim Mesir Adly Mansur, pada Sabtu (8/3), mengesahkan undang-undang baru pemilihan umum di Mesir. Namun undang-undang baru tersebut ditentang beberapa pihak karena dianggap tak sesuai dengan konstitusi.

Penasihat hukum Mansur, Ali Awad, mengumumkan hal tersebut di televisi negara Mesir. Menurutnya komisi pemilihan diperkirakan akan segera menetapkan tanggal pemungutan suara pada bulan April.

Hal ini membuka pintu bagi para calon presiden untuk melaju ke pemilihan.Pemilu merupakan langkang penting dalam rencana transisi yang dikelola otoritas sementara Mesir. Namun, undang-undang baru yang menyatakan keputusan komisi pemilihan dilindungi dari tantangan hukum memicu kontroversi.

Salah satu pengadilan tinggi Mesir dan calon presiden potensial menentang hal keputusan tersebut.Awad mengatakan, Mansur membuat keputusan tersebut setelah meninjau semua pendapat hukum dan setelah Kabinet menyiapkan rancangan undang-undang.

Menurutnya ini penting dalam pemerintahan transisi, demi mencegah penundaan pemilihan parlemen dan presiden. Mengingat konstitusi baru memerintahkan pemilihan umum harus digelar paling lambat paruh kedua bulan Juli.

Awad menambahkan, hukum baru juga menetapkan bahwa jika salah satu kandidat mundur atau jika kandidat hanya satu orang dan calon lain drop out, maka calon tersebut harus memenangkan sedikitnya lima persen dari jumlah suara terdaftar.

Sejauh ini ada lebih dari 50 juta pemilih berhak di Mesir.Dilansir dari Al-Ahram, salah satu yang paling vokal menentang undang-undang baru adalah calon presiden resmi Hamdeen Sabbahi. Ia menyatakan ketidakpuasanya pada undang-undang baru yang dikeluarkan Sabtu itu.

"Undang-undang, yang dikeluarkan telah memberikan kekebalan pada keputusan Komisi Pemilihan Presiden dari banding ke pengadilan. Ini merupakan masalah yang mengkhawatirkan dan membangkitkan keraguan mengenai transparansi dan keseriusan proses pemilu," demikian pernyataan yang dikeluarkan Sabbahi pada Sabtu sore.

Ia menekankan, sangat menentang Pasal 7 undang-undang baru itu. Di sana disebutkan, keputusan komisi pemilu tak bisa dibanding di pengadilan. Sabbahi meminta Mansour membatalkan undang-undang yang dianggapnya tak sesuai konstitusi.

Sementara kritikus menuduh hukum baru melanggar Pasal 97 dari konstitusi Mesir. Di pasal tersebut menyatakan perintah administratif bertanggung jawab untuk banding peradilan.

Sabbahi lebih lanjut mengatakan, akan tetap meminta komitmen negara untuk masalah transparasi proses pemilu dan netralitas lembaga serta aparat negara. Sementara itu, ia tetap melanjutkan persiapannya menyambut pemilu.

"Untuk menjalankan pemilihan apapun kondisinya harus ada jaminan untuk keseriusan, transparansi dan konsistensi dengan standar global," ungkap pernyataan yang dikeluarkan Sabbahi.

Sabbahi merupakan seorang politikus yang untuk ketiga kalinya turut dalam pemilihan presiden. Ia adalah satu-satunya kandidat yang sejauh ini telah mengumumkan niatnya untuk mencalonkan diri dalam pemilu.Calon

lain yang diperkirakan akan mengumumkan pencalonannya dalam waktu dekat adalah Kepala militer Mesir Abdel Fattah El-Sisi . Ia diprediksi akan memenangkan pemilihan secara mutlak.Komisi Pemilihan Presiden diharapkan dapat memulai persiapan pemilihan pada hari Minggu atau Senin (10/3). Langkah pertama yang mereka lakukan adalah untuk menetapkan tanggal pemilu.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement