REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan kepala biro perencanaan Kemenpora Deddy Kusdinar akan menghadapi sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Selasa (11/3). Deddy merupakan terdakwa kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sarana Olah Raga Nasional (P3SON) di Hambalang.
Jaksa menuntut Deddy dengan pidana penjara sembilan tahun. Atas tuntutan ini, penasihat hukum Deddy keberatan. "Fakta persidangan sudah jelas. Saya kira tuntutan JPU (Jaksa Penuntut Umum) tidak fair," ujar salah satu penasihat hukum Deddy, Rudy Alfonso, dalam pesannya, Selasa.
Rudy menilai Deddy sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek pembangunan di Hambalang hanya menjadi korban. Menurut dia, kliennya itu menjadi PPK tunggal di kemenpora setelah Andi Mallarangeng menjadi menpora.
"Hanya berupaya loyal kepada atasannya dengan menjadi PPK tunggal serta tidak paham tentang adanya anggaran sangat besar di kemenpora," kata dia.
Terkait proyek pembangunan di Hambalang, Rudy mengatakan, ada yang berupaya menggiring anggaran. Karena waktu yang terbatas untuk penyerapan dana proyek itu dibuat menjadi kontrak tahun jamak. Padahal ada kendala di Kementerian Keuangan. "(Tapi) akhirnya lolos juga," ujar dia.
Menurut Rudy, Deddy sudah kooperatif selama penyidikan. Kliennya juga sudah menyangkal turut kecipratan dana dari proyek pembangunan di Hambalang. "Saya berharap majelis hakim bisa bijaksana mempertimbangkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan untuk menjatuhkan vonis yang adil bagi DK," kata dia.
Jaksa tidak hanya menuntut Deddy dengan pidana sembilan tahun penjara. Jaksa juga menuntut terdakwa dengan denda Rp 300 juta subsidair enam bulan kurungan. Deddy juga dituntut untuk membayar uang pengganti senilai Rp 300 juta.
Apabila selambat-lambatnya satu tahun setelah putusan berkekuatan hukum tetap Deddy tidak bisa membayar uang pengganti tersebut, hukuman diganti dengan satu tahun penjara.
Menurut jaksa, Deddy telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan kedua. Deddy dinilai telah melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Deddy dinilai mempunyai peranan dalam kasus dugaan korupsi yang mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp 463,668 miliar.