Kamis 20 Mar 2014 21:17 WIB

Pemprov DKI Berpaling ke Metro Kapsul

Rep: Halimatus Sa'diyah/ c67/ antara / Red: Karta Raharja Ucu
  Prototipe monorel buatan PT Melu Bangun Wiweka di Tambun, Bekasi, Jawa Barat. Selasa (29/1).  (Republika/Adhi Wicaksono)
Prototipe monorel buatan PT Melu Bangun Wiweka di Tambun, Bekasi, Jawa Barat. Selasa (29/1). (Republika/Adhi Wicaksono)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Belum tuntas pengerjaan transportasi massal mass rapid transit (MRT) dan monorel, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana membangun proyek transportasi massal model baru, Metro Kapsul. Padahal, proyek MRT dan monorel masih mandek dan membutuhkan perhatian.

Pemprov DKI beralasan, nilai investasi pembangunan Metro Kapsul lebih murah ketimbang monorel dan MRT. Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo membeberkan perbandingan nilai investasi ketiga moda transportasi yang berbasis rel tersebut.

Jokowi, begitu ia biasa disapa, mengatakan, pembangunan MRT membutuhkan biaya Rp 900 miliar per kilometer. Sementara, pembangunan monorel menghabiskan Rp 300 miliar-Rp 400 miliar per kilometer. Sedangkan, Metro Kapsul hanya membutuhkan biaya Rp 110 miliar per kilometer.

“Tapi, saya belum lihat barangnya, jadi belum tahu seperti apa,” kata mantan wali kota Solo tersebut, Rabu (19/3).

Jika dilihat dari keunggulaannya, Jokowi mengaku tertarik dengan proyek yang pertama kali ditawarkan oleh investor lokal tersebut. Karena itu, dia berencana mengunjungi pabrik Metro Kapsul dalam waktu dekat.

Rencana Jokowi dan Pemprov DKI dinilai memperumit permasalahan transportasi di Ibu Kota. Tengok saja Terminal Lebak Bulus yang meski sudah berbulan-bulan ditutup, belum ada tanda-tanda pengerjaan proyek pembangunan MRT.

Di tempat terpisah, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama mengatakan, saat ini belum ada pekerjaan karena menunggu proyek. Sehingga, proyek ini tampak tidak ada pekerjaan.

Wagub yang akrab disapa Ahok itu berkata, proyek pekerjaan MRT di Lebak Bulus sedang dilakukan pembongkaran-pembongkaran beberapa bangunan. Selain itu, kata Ahok, pembahasan lahan juga masih menjadi masalah. Sehingga, proses pembebasan lahan masih menjadi kendala terhadap pembangunan proyek MRT ini.

Menurut Ahok, semua hasil pembongkaran nantinya akan dilelang. Karena, banyak barang yang jika dijual, bisa menghasilkan uang yang banyak.

“Itu kan masih ada besi tua, kalau dijual bisa untung lho, harus lelang,” ujar mantan bupati Belitung Timur itu di Balai Kota, Rabu (19/3).

Mantan anggota DPR RI itu mengatakan, seluruh moda transportasi massal yang akan dibangun di Ibu Kota nantinya harus saling terintegrasi.

“Jadi, nanti, mass rapid transit (MRT), bus rapid transit (BRT), dan kereta rel listrik (KRL) akan kita integrasikan satu sama lain. Integrasi ini kira-kira butuh waktu tiga tahun,” kata Ahok.

Sebagai rencana awal, pihaknya akan mempercepat pembentukan PT Transportasi Jakarta sebagai pengganti Unit Pengelola (UP) Transjakarta. “Kita bentuk dulu PT Transportasi Jakarta, kita buat struktur organisasinya, kita pilih orang-orang yang memang benar terbukti mampu dan berkompeten dalam mengelola transportasi massal di Jakarta,” ujar Ahok.

Dituturkan Ahok, pihak-pihak yang akan dipilih untuk mengisi jajaran direksi dan staf di PT Transportasi Jakarta itu adalah orang-orang yang sebelumnya pernah bekerja di PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan PT MRT Jakarta.

“Kita sengaja pilih orang-orang yang memiliki pengalaman sehingga nantinya PT Transportasi Jakarta dapat dikelola secara profesional dan kemacetan pun berkurang,” tutur Ahok.

Namun, Ahok menyebut pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) tersebut masih menemui hambatan karena berprinsip business-to-government. “Kita berpikir mungkin kalau prinsipnya business-to-business, akan lain hasilnya. Makanya, kita tarik orang-orang dari KAI, MRT, dan sebagainya agar mudah dalam pengintegrasiannya,” kata Ahok.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement