Selasa 25 Mar 2014 20:52 WIB

Budaya Turki Tertanam di Masyarakat Aceh (2-habis)

Pejuang Aceh tempo dulu.
Foto: Bluefame.com
Pejuang Aceh tempo dulu.

Oleh: Rosita Budi Suryaningsih

Intinya, dalam menghadapi Portugis, hubungan yang dijalin ini telah sukses mengantarkan Aceh dalam kegelimangan kemenangan.

Namun, saat Belanda datang, kondisi yang dihadapi tidak sama. Saat ingin meminta bantuan, yang sama persis seperti dulu, ternyata Tuki tak bisa memberikan bantuan. “Karena, saat itu kondisi Turki tak semakin strategis karena banyak masalah internal, seperti perebutan takhta, yang membawanya dalam kondisi kritis menjelang kehancuran,” jelasnya.

Untuk itu, Aceh hanya mengandalkan orang Turki dan keturunannya di rombongan yang pertama dulu. Orang Turki beranak pinak di Aceh. Mereka mendirikan banyak lembaga pelatihan militer dan mengajarkan cara berperang kepada rakyat Aceh.

Orang Aceh sendiri menerima dengan tangan terbuka kedatangan orang Turki tersebut atas nama solidaritas semangat keislaman. Banyak pula orang Turki yang menikah dengan orang setempat dan membaurkan budaya mereka. Tulisan Turki banyak diajarkan dan ditemukan dalam bukti-bukti sejarah, antara lain, di makam Sultan Malikus Saleh.

Orang Turki membaur dengan orang melayu Aceh. Mereka tak lagi menggunakan nama keluarga. Sebaliknya, nama Aceh pun tersohor di Turki. Orang-orang Turki lebih mengenal Aceh daripada Indonesia. Di Turki juga banyak disimpan berbagai dokumen tentang Aceh.

Aktivis kebudayaan di Pusat Kebudayaan Aceh-Turki (Pukat) Thayeb Loh Angen mengatakan, orang Turki banyak memengaruhi budaya orang Aceh. Sebagai orang Aceh asli, sistem pemerintahan, pendidikan, bahkan busana Aceh banyak dipengaruhi oleh orang Turki. “Misalnya, pakaian yang ada garis di dada untuk laki-laki, itu terpengaruh budaya Turki,” katanya.

Selain mengajarkan kemiliteran, orang Turki juga mengajarkan berbagai keterampilan pada masyarakat Aceh. Misalnya, untuk mengolah logam, termasuk menjadi pengrajin emas. “Bahkan, model rencong itu dibuat oleh orang Turki,” katanya.

Namun, Turki tak memberikan pengaruh yang banyak pada bahasa masyarakat Aceh. Bahasa jawi, yaitu Arab Melayu, lebih lazim digunakan. Menurutnya, hubungan antara Aceh dan Turki memang tak bisa dihilangkan.

Bahkan, setelah tsunami pada 2004, Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan datang ke negeri ini sebagai bentuk duka oleh saudara tua dari jauh. “Ini berarti hubungan tersebut masih terjalin hingga pada zaman modern kini,” papar Thayeb.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement