Oleh: Ani Nursalikah
Kecakapan berbahasa indah adalah salah satu ciri penting ahli menulis surat dan orator. Para ahli menulis surat dibagi dalam dua kelompok.
Kelompok pertama terdiri atas 49 nama. Surat-surat mereka dipublikasikan sebagai antologi. Kelompok kedua terdiri atas 12 nama, yaitu yang surat-suratnya sering disebutkan para penulis kemudian.
Sekretaris, negarawan, gubernur, jenderal, penyair, dan pangeran berada di dalam kelompok penulis surat ulung karena balaghah (keindahan bahasa) mereka.
Seorang sastrawan termasyhur, Abu al-Ala al-Ma’arri, menulis koleksi surat yang sangat banyak dan buku yang tebal. Ia memiliki karya yang sangat panjang dan setiap judulnya dimulai dengan kata risalah (surat). Seluruhnya dihimpun dengan judul Diwan al-Rasa’il atau Kumpulan Risalah
Para pakar bahasa
Seni Menulis Surat dalam Peradaban Islam Orang yang pertama disebutkan dalam bab mengenai ahli pidato dan menulis surat dalam buku Fihrist karya Ibn al-Nadim adalah Ibrahim ibn Mahdi. Ia adalah seorang gubernur dari Dinasti Abbasiyah.
Di samping sebagai ahli menulis surat dengan tingkat keindahan bahasa yang tinggi, ia juga dikenal sebagai penyair, ahli musik, penulis buku humaniora, kedokteran, seni memasak, dan menyanyi.
Sebenarnya, cukup banyak para ahli menulis surat. Di antara sekian banyak, ada empat yang cukup penting. Mereka berasal dari periode dua kesultanan besar di Suriah dan Mesir.
Keempat orang ini adalah al-Wahrani, al-Qadhi al-Fadhil al-Baysani, Imad al-Din al-Katib al-Isfahani, dan Dhiya al-Din ibn al-Atsir. Mereka adalah ahli menulis surat dengan gaya bahasa yang sangat indah dan orisinalitas yang tidak tertandingi oleh pakar lain.
Al-Wahrani datang ke Mesir untuk mengadu nasib. Namun, harapannya pupus karena sudah didahului pakar menulis surat, yakni al- Qadhi dan Imad al-Din. Ia kemudian menggeluti cerita komik dan menuai sukses. Ia juga tidak meninggalkan kegemarannya menulis surat.
Al-Qadhi adalah sekretaris utama Salahuddin Agung yang termasyhur. Ia juga menjabat sebagai kepala kantor arsip negara. Al-Qadhi terkenal karena gaya penulisannya yang khas. Sayang, karyanya tercecer dan tidak lengkap.
Imad al-Din yang juga sahabat al- Qadhi memiliki gaya khas dalam menulis surat karena disusun dalam bentuk prosa liris yang sedang digandrungi saat itu. Gaya penulisan ini juga tampak dalam karya sejarah yang ia tulis.
Dhiya al-Din mulai bekerja pada kantor arsip negara saat pemerintahan Salahuddin. Ia adalah pengarang beberapa karya kajian humaniora. Bukunya, Al-Matsal al-Sa’ir, adalah sebuah buku pedoman untuk melatih calon sastrawan untuk menggubah syair dan prosa.