Oleh: Mohammad Akbar
Tanpa permainan seni
Secara umum, bangunan yang ada di Islamic centre ini terdiri dari empat lantai. Lantai dasarnya menjadi ruang pengelola serta pertokoan. Lalu, di lantai kedua berisi masjid dan ruang perpustakaan.
Selanjutnya, di lantai ketiga digunakan sebagai ruang serbaguna. Sedangkan, di lantai teratas digunakan sebagai ruang pelatihan sekaligus menjadi tempat bagi ruang radio Al Madani. ''Sekarang ini radionya masih belum beroperasi,'' kata Zafrullah Salim, salah seorang pembina di Islamic Centre Al Madani ini.
Menelisik bagian interior masjid, sesungguhnya tak banyak permainan seni yang disuguhkan. Seperti umumnya masjid Muhammadiyah, di masjid ini tak ada lukisan kaligrafi yang ditempelkan di tembok masjid.
Pandangan mata justru lebih tertuju dengan hadirnya enam buah pilar penyangga. Ukuran pilar ini setara dengan rentangan tangan dua anak berusia balita. Selintas, enam pilar di bagian interior ini memberikan kesan sempit. Namun, kesan itu coba direduksi dengan hiasan yang dilekatkan pada pilar penyangga ini.
Keenam pilarnya dihiasi dengan teknik pewarnaan cat dekoratif bermotif marmer. Lantas untuk memberikan 'kehidupan', pada bagian pilar ini disajikan pula empat lampu gantung di setiap pilar.
Pengecatan dengan motif dekoratif ini juga tampak pada bagian mihrab. Tepatnya di bagian tempat imam. Pada bagian langit-langitnya dihiasi dengan cat dekoratif bermotif awan. Lalu, di bagian tengahnya dihadirkan sebuah lampu gantung.
Hadirnya lampu-lampu ini setidaknya telah menghidupkan sentuhan nilai seni yang terasa sangat minim pada bagian interior masjid ini.
Katalisator wakaf tanah
Hadirnya bangunan Islamic Centre Al Madani ternyata telah menjadi semacam katalisator bagi umat Islam di sekitar wilayah Kayu Putih, Jakarta Timur, untuk memberikan wakaf tanahnya kepada Muhammadiyah.
Zafrullah Salim yang sempat menjadi ketua nazir—penanggung jawab dari pemberi wakaf—mengaku hingga saat ini pihaknya telah memperoleh cukup banyak kepercayaan mengelola tanah wakaf.