Senin 14 Apr 2014 13:58 WIB

Kinerja Perdagangan Cina Pengaruhi Neraca Indonesia

Rep: Friska Yolandha/ Red: Nidia Zuraya
Ekspor-impor (ilustrasi)
Ekspor-impor (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cina merupakan salah satu tujuan ekspor Indonesia. Turunnya ekspor-impor Cina memberikan dampak pada neraca perdagangan Indonesia.

"Ada pengaruh dari penurunan impor Cina. Tapi kita juga perlu melihat porsi impor Cina sudah sedikit berkurang," kata Head of Equity PT BNP Paribas Ali Yahdin Saugi, Senin (14/4).

Indonesia masih memiliki negara ekspor lain seperti Amerika Serikat (AS), Eropa dan India. Namun, memang Cina masih mendominasi ekspor Cina. Per Februari, ekspor ke Cina mencapai 1,58 miliar dolar AS. Nilai ini turun bila dibandingkan Januari 2014 sebesar 1,82 miliar dolar AS.

Dampak terbesar kemungkinan akan terasa di ekspor batu bara dan crude palm oil (CPO). Karena, Cina merupakan importir terbesar kedua produk ini.

Ali menilai, Indonesia bisa saja mencari negara lain untuk tujuan ekspor di tengah perlambatan ekonomi yang dialami cina. Indonesia juga sudah memiliki beberapa partner ekspor-impor selain cina.

Meskipun demikian, ia menilai hal tersebut dilakukan harus melihat hasil neraca perdagangan terlebih dahulu. "Kita tunggu perkembangan neraca perdagangan Maret untuk melihat bagaimana ekspor ke Cina mempengaruhi ekspor-impor nasional," ujar Ali.

Impor Cina mengalami penurunan sebesar 11,3 persen per Maret 2014. Padahal, bulan sebelumnya mengalami peningkatan sebesar 10 persen. Ekspor Cina ikut mengalami penurunan sebesa 6,6 persen. Namun, negeri tirai bambu tersebut masih mengalami surplus perdagangan sebesar 7,71 miliar dolar AS.

Dilansir Wall Street Journal, data ekspor Cina yang lebih besar dari seharusnya pada awal tahun ditengarai karena adanya pengalihan dana investasi yang disamarkan sebagai pembayaran perdagangan. Banyak perusahaan Cina mengajukan faktur palsu untuk menyamarkan aliran modal.

Selain itu, lemahnya kinerja perdaanan ini disebabkan oleh pemulihan ekonomi di mitra perdagangan utama Cina, yaitu Amerika Serikat, Eropa dan Jepang tidak sebaik perkiraan. “Permintaan internal dan eksternal masih lemah,” kata ekonom HSBC di Beijing, Ma Xiaoping.

Perdana Menteri Li Keqiang telah mengeluarkan sejumlah kebijakan termasuk keringanan pajak untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Ekonom Cina memperkirakan, produk domestik bruto (PDB) Cina tumbuh 7,3 persen pada kuartal pertama. Pertumbuhan ini merupakan yang paling lambat sejak 2009. Sementara, pemerintah Cina tahun ini menargetkan pertumbuhan sebesar 7,5 persen.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement