REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kalangan penyelenggara industri telekomunikasi yang tergabung dalam Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) menolak rencana pemerintah menerapkan pajak penjualan barang mewah atas telepon seluler sebesar 20 persen.
"Saat ini, pengguna internet broadband lewat perangkat mobile di Tanah Air tiap tahun terus tumbuh. Masyarakat telah memanfaat perangkat tersebut untuk berbagai keperluan, baik untuk akses informasi, kegiatan pemerintahan, pendidikan, bisnis dan lainnya," kata Ketua Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Alexander Rusli di Jakarta, Selasa.
Jika diterapkan,a harga perangkat telepon seluler akan melambung dan masyarakat mau tidak mau yang menanggung biaya impor tersebut. "Bagi konsumen yang memiliki daya beli rendah, jelas bakal terasa berat dan peluang aksesnya menjadi lebih kecil," kata Alexander Rusli kepada pers.
Untuk jangka panjang, ujar dia kondisi tersebut bakal mengkhawatirkan sebab pemerintah sendiri mempunyai komitmen menjalankan pembangunan infrastruktur broadband di Indonesia ke seluruh pelosok Tanah Air hingga 2025. "Jika harga handset kian mahal, investasi sektor telekomunikasi ini akan sia-sia".
Terlebih, tambah Alexander, faktor penetrasi broadband yang tinggi telah terbukti akan berpengaruh terhadap kenaikan pertumbuhan ekonomi suatu negara hingga 10 persen. "Jika penetrasi broadband terhambat, pengaruhnya jelas kemunduran bagi ekonomi Indonesia."
Ia menambahkan selain dampak tersebut, ada kekhawatiran makin maraknya pelanggaran hukum, yakni peredaran perangkat telepon seluler melalui pasar gelap (black market). Para importir akan mencari cara untuk menyelundupkan produk ke konsumen agar terhindar dari beban pajak.
"Ini artinya kebijakan kenaikan tarif PPnBM tidak akan menjawab persoalan mengenai tingginya produk-produk impor seperti yang diwacanakan," tambahnya. Oleh karena itu, pihaknya yang mewakili berbagai pelaku usaha sektor telekomunikasi berharap pemerintah untuk mempertimbangkan secara matang dan sebaiknya memikirkan opsi lain yang lebih bijaksana dan tidak merugikan industri dan masyarakat.
Pemerintah saat ini tengah menggodok kebijakan pengenaan pajak ponsel impor sebesar 20 persen dan membahas batas bawah harga ponsel yang akan dikenakan pajak tersebut. Pada awalnya, pajak tersebut akan dikenakan terhadap ponsel yang harganya di atas Rp 5 juta. Selanjutnya, muncul gagasan bahwa tidak hanya ponsel yang berharga di atas Rp 5 juta saja yang akan dikenai pajak tersebut tapi juga ponsel-ponsel dengan harga di bawah Rp 5 juta.