REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang Uang Elektronik sebagai penyempurnaan atas peraturan sebelumnya yang mulai berlaku 8 April 2014. "BI berusaha menata kembali sistem pembayaran melalui uang elektronik," kata Deputi Gubernur BI Ronald Waas dalam sosialisasi PBI tersebut di Jakarta, Rabu (16/4).
PBI dimaksud adalah PBI Nomor 16/8/PBI/2014 tentang Perubahan atas PBI Nomor 11/12/1 PBI/2009 tentang Uang Elektronik. Perubahan PBI itu dimaksudkan untuk menyelaraskan ketentuan Uang Elektronik dengan ketentuan transfer dana, meningkatkan keamanan teknologi dan efisiensi penyelenggaraan uang elektronik serta memperluas jangkauan layanan uang elektronik untuk mendukung Strategi Nasional Keuangan Inklusi melalui penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital (LKD).
Materi perubahan yang dimuat dalam PBI itu antara lain penyempurnaan dan penambahan beberapa definisi seperti definisi uang elektronik, definisi acquirer, definisi LKD, dan definisi agen LKD. PBI itu juga memuat pengaturan kerja sama prinsipal, penerbit, acquirer, penyelenggara kliring dan penyelenggara penyelesaian akhir dengan pihak lain seperti larangan kerja sama yang bersifat eksklusif dalam penyediaan layanan umum.
PBI itu juga memuat pengaturan peningkatan keamanan teknologi uang elektronik dan pengaturan biaya yang dapat dikenakan oleh penerbit kepada pemegang.
Sementara itu Direktur Eksekutif Departemen Pengawasan dan Kebijakan Sistem Pembayaran BI Rosmaya Hadi K menjelaskan uang elektronik terdiri dari dua jenis yaitu berupa kartu yang ada chipnya dan berupa dana yang ada di server operator telekomunikasi. "Saat ini di Indonesia terdapat 17 penerbit uang elektronik," kata Rosmaya.
Rosmaya menyebutkan 17 penerbit uang elektronik tersebut terdiri dari delapan bank umum, satu bank pembangunan daerah (BPD) dan delapan lembaga selain bank. "Nilai transaksi menggunakan uang elektronik ini mencapai sekitar Rp 10 triliun hingga Rp11 triliun per hari," kata Rosmaya.