REPUBLIKA.CO.ID, Orang-orang Arab di zaman Jahiliah beranggapan, kalau seekor unta betina beranak sudah lima kali sedang anak yang kelima itu jantan, maka unta tersebut kemudian telinganya dibelah dan tidak boleh dinaiki.
Mereka peruntukkan buat berhalanya. Karena itu tidak dipotong, tidak dibebani muatan dan tidak dipakai untuk menarik air. Mereka namakan unta tersebut al-Bahirah, yakni unta yang dibelah telinganya.
Dan kalau ada seseorang datang dari bepergian, atau sembuh dari sakit dan sebagainya dia juga memberikan tanda kepada seekor untanya persis seperti apa yang diperbuat terhadap bahirah itu. Unta tersebut mereka namakan saibah.
Kemudian kalau ada seekor kambing melahirkan anak betina, maka anaknya itu untuk yang mempunyai; tetapi kalau anaknya itu jantan, diperuntukkan buat berhalanya.
Dan jika melahirkan anak jantan dan betina, maka mereka katakan, “Dia telah sampai kepada saudaranya.” Oleh karena itu, yang jantan tidak disembelih karena diperuntukkan buat berhalanya. Kambing seperti ini disebut washilah.
Dan jika seekor binatang telah membuntingi anak-anaknya, maka mereka katakan, “Dia sudah dapat melindungi punggungnya.” Yakni binatang tersebut tidak dinaiki, tidak dibebani muatan dan sebagainya. Binatang seperti ini disebut al-Haami.
Penafsiran dan penjelasan terhadap keempat macam binatang ini banyak sekali, juga berkisar dalam masalah tersebut.
Alquran bersikap keras terhadap sikap pengharaman ini, dan tidak menganggap sebagai suatu alasan karena taqlid kepada nenek-moyangnya dalam kesesatan ini. Firman Allah, "Allah tidak menjadikan (mengharamkan) bahirah, saibah, washilah dan ham, tetapi orang-orang kafirlah yang berbuat dusta atas (nama) Allah, dan kebanyakan mereka itu tidak mau berpikir.”
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: Mari kepada apa yang telah diturunkan Allah dan kepada Rasul, maka mereka menjawab: Kami cukup menirukan apa yang kami jumpai pada nenek-nenek moyang kami; apakah (mereka tetap akan mengikutinya) sekalipun nenek-nenek moyangnya itu tidak berpengetahuan sedikitpun dan tidak terpimpin?” (QS al-Maidah: 103-104)