Oleh: Syahruddin El-Fikri
Falsafah Nadzari mencakup Falsafah Ilahiyat (metaphysics), Primary philosophy, Riya dziyat (mathematics), yang disebut dengan Falsafah Wustha, dan yang terakhir Falsafah Thabiiyat (physics, natural philosophy).
Belakangan, filsafat Islam sudah mulai dilupakan. Hanya kalangan tertentu yang tertarik untuk mempelajarinya. Bahkan, cara berfikir yang rasional, bijak, dan bertanggung jawab justru makin terdesak oleh pola pikir yang dikembangkan pihak dunia barat.
Tak heran, bila lembaga, seperti Universitas Islam Negeri (UIN) atau IAIN, sebagai lembaga pendidikan tinggi agama Islam, terpanggil untuk menghidupkan kembali makna asli dari filsafat.
Bekerja sama dengan sejumlah lembaga terkait, seperti Islamic College for Advanced Studies (ICAS) Jakarta, UIN Jakarta, Unika Atmajaya, UI Depok, UIN Bandung, UGM Yogyakarta, UIN Yogyakarta, IAIN Surabaya, Unmuh Malang, Penerbit Mizan, digelar Serial Konferensi se-Jawa tentang Filsafat Islam dalam Kebudayaan Indonesia, pada 5-15 Januari 2009 silam.
Ketua Penyelenggara Serial Konferensi ini, Husain Heriyanto, mengungkapkan, kegiatan ini diselenggarakan dalam rangka merespons rekomendasi Kongres Dunia Filsafat bertema Rethinking Philosophy Today, di Seoul pada Agustus 2008 silam yang menyerukan agar filsafat memiliki komitmen intelektual terhadap problem peradaban kontemporer.
''Kita tentu sangat prihatin dengan kondisi ini. Apalagi, kian disadari, filsafat dan kebudayaan barat modern telah membonceng imprealisme politik dan ekonomi barat dalam membelenggu cara berpikir manusia modern,'' ujar Husain.