REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Pesepak bola internasional Prancis yang bermain di Liga Premier Inggris, Samir Nasri, menyampaikan keprihatinannya atas peningkatan Islamofobia dan sentimen anti Muslim di Prancis. Pria yang juga memperkuat tim nasional sepak bola Prancis itu menilai saat ini makin sulit menjalani hari-hari sebagai seorang Muslim di Prancis.
"Belakangan, umat Islam di Prancis makin tidak leluasa. Tiga empat tahun ini, komunitas Muslim diperlakukan tidak laik. Tak bisa dipungkiri ini juga terkait kubu ekstremis sayap kanan," kata pemain dari Klub Manchester City itu, seperti dikutip The Telegraph, Rabu (30/4).
Nasri, yang memiliki darah Aljazair, merujuk pada fenomena meningkatnya sentimen kubu ekstremis sayap kanan dan Front Nasional pimpinan Marine Le Pen.
"Warga Perancis berbalik dan menyerang Muslim, itu agak menyeramkan. Padahal, 10 hingga 15 tahun lalu tidak begini. Saya tidak suka mentalitas yang dibangun di Prancis saat ini," tutur Nasri.
Baginya, bermain bola di Prancis bukan opsi yang tepat karena malah mempersulit dirinya. Akhir-akhir ini, kata Nasri, citra yang dimunculkan atas pemain bola justru buruk, terlebih jika pesepak bola itu Muslim.
Pemain tengah terbaik Prancis ini disebut-sebut sebagai pengganti legenda sepak bola Prancis yang pensiun pada 2006 lalu, Zinadin Zidane.
Nasri memulai debutnya dengan bermain di Liga Divisi 1 dengan klub asal Marseille pada musim 2004/2005 dan dengan cepat melejit menjadi bintang muda sepak bola.
Pemuda yang disebut sebagai 'Zidane Baru' ini bergabung dalam tim nasional Prancis tahun lalu saat usianya masih 19 tahun. Ia mencetak gol internasional pertamanya dalam penampilan ketiganya dengan tim senior melawan Georgia dalam kualifikasi UEEFA Juni 2008 lalu.
Warga Prancis keturunan Arab dan Afrika menjadi tulang punggung skuat tim nasional Prancis selama bertahun-tahun, termasuk bintang sekelas Zidane dan Lilian Thuram.
10 persen dari sekitar 61 juta warga Prancis merupakan keturunan Arab dan Afrika. Jumlah Muslim sendiri di Prancis diperkirakan mencapai enam juta jiwa. Muslim Prancis juga sudah lama mengalami diskriminasi dan sentimen buruk dari berbagai negara Eropa.
Dalam jajak pendapat terbaru IFOP terungkap bahwa hampir setengah populasi warga Perancis melihat Muslim sebagai ancaman bagi identitas nasional Prancis.
Sementara itu, kabar bahagia datang dari mantan pesepak bola Prancis lainnya. Mantan pesepak bola internasional yang belakangan menjadi pelatih sebuah klub Liga Premier Aljazair, Laghouat Club, mengumumkan dirinya telah menjadi Muslim.
Langkah mengejutkan Francois Bracci ini diumumkannya pada Jumat (25/4) lalu. Islamnya pria yang tampil cemerlang dalam Olympique de Marseille and Strasbourg ini membawa kegembiraan luar biasa bagi pemuda-pemuda Muslim asuhannya.
Bracci telah melatih banyak tim sepak bola di negara-negara Afrika Utara seperti Maroko, Tunisia dan Aljazair sejak 2003 lalu. Lelaki berusia 63 tahun ini mengaku telah mempelajari Islam selama keberadaannya di tiga negara Muslim itu. Setelah belajar tentang Islam, ia memutuskan untuk bersyahadat.
Seiring prestasinya bersama tim nasional Prancis dalam Olympique de Marseille and Strasbourg, Bracci terpilih menjadi bagian tim nasional Prancis yang bertanding dalam Piala Dunia di Argentina pada 1978.
Bracci bukan pelatih sepak bola pertama yang memeluk Islam selama berada di Aljazair. Sebelumnya, manajer tim sepak bola Aljazair, Shabab, juga mengubah agamanya menjadi Islam.