Jumat 02 May 2014 17:47 WIB

Pengadilan Internasional Tolak Selidiki Kejahatan Militer Mesir

Rep: Alicia Saqina/ Red: A.Syalaby Ichsan
Supporters of the Muslim Brotherhood and ousted Egyptian President Mohamed Mursi run after riot police fired tear gas during clashes in Cairo December 20, 2013.
Foto: Reuters/Stringer
Supporters of the Muslim Brotherhood and ousted Egyptian President Mohamed Mursi run after riot police fired tear gas during clashes in Cairo December 20, 2013.

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) pada Kamis (1/5), menyatakan penolakannya untuk menyelidiki dugaan kejahatan kemanusiaan yang terjadi di Mesir.

Upaya dilakukannya penyelidikan kejahatan militer di Mesir itu pun, datang dari kelompok Ikhwanul Muslimin (IM) yang pro akan Presiden terguling Mesir, Muhammad Mursi.

Permintaan itu pun datang dari sebuah kelompok yang mengatasnamakan Partai Kebebasan dan Keadilan dari poros pendukung Mursi.

''Komunikasi (upaya penyelidikan dugaan) tersebut mengupayakan penerimaan yurisdiksi dari ICC, namun telah diberhentikan atas nama negara yang bersangkutan,'' kata ICC dalam sebuah pernyataannya, seperti dikutip dari Al Arabiya News, Jumat (2/5).

Sebelumnya, pada Desember IM telah mengajukan keluhannya kepada ICC, terkait kehendak akan penyelidikan dugaan kasus kejahatan kemanusiaan tersebut. IM menyatakan, kasus kejahatan militer itu sebenarnya telah terjadi di Mesir sejak Juni 2013.

Tawaran investigasi tindak kejahatan kemanusiaan di Mesir dari kubu IM ini pun, turut diperkuat dengan peristiwa unjuk rasa besar-besaran terhadap jajaran pemerintah pada pertengahan tahun lalu. Dalam insiden itu, setidaknya sekitar 1.400 jiwa tewas dan 15.000 orang dipidanakan.

Keberatan para pendukung presiden Mursi itu juga muncul dengan dilengkapinya sejumlah bukti kasus pembunuhan yang terjadi. Tak hanya pembunuhan, aksi-aksi pelanggaran hukum lainnya di Mesir selama masa itu, juga dikemukakan oleh massa loyalis.

Mereka menyatakan, bentuk pelanggaran hukum tersebut di antaranya yakni, pemenjaraan dan penganiayaan terhadap beberapa anggota kelompok yang diidentifikasi telah melakukan penawanan paksa atas sejumlah orang.

Hal itu termasuk juga di dalamnya klaim, terjadinya penembakan dan pengerahan unit buldoser terhadap para demonstran.

Disebutkan, pada tanggal 14 Agustus tahun lalu, setidaknya 627 jiwa tewas, saat pasukan keamanan menyerbu Rabaa al-Adawiya Square di Kairo. Saat itu, pihak berwenang melakukan pembubaran atas aksi pendudukan oleh pendukung Mursi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement