REPUBLIKA.CO.ID, Alquran yang buat sebagian orang Barat dan kaum sekuler dinilai sudah tidak relevan dengan kehidupan masa kini justru bertolak belakang setelah Hana memahaminya. Ia berkesimpulan Alquran sangat aktual dengan kehidupan masa kini. Dari Alquran itu ia menemukan isu-isu mengenai hak-hak perempuan. Ini sungguh mengejutkannya. Maklum, dalam pemberitaan media Barat selalu ditonjolkan pemahaman bahwa Islam adalah agama yang tidak mengakomodir hak perempuan.
''Semuanya menjadi sungguh masuk akal. Tapi saat itu saya belum berminat menjadi muslim,'' cerita Hana. ''Tetapi kemudian sampailah pada satu titik di mana saya sudah tak bisa lagi mengatakan bahwa saya bukan lagi seorang muslim.''
Akhirnya, di saat usianya menginjak 17 tahun, Hana memutuskan diri untuk mengucapkan dua kalimat syahadat sebagai penanda masuk Islam. Ia tak lagi ragu. Termasuk, kata dia, untuk menyampaikan keyakinan barunya itu kepada keluarga.
''Menyampaikannya kepada keluarga saya merupakan hal yang mudah. Saya tahu mereka akan senang sejauh saya bisa bahagia. Mereka juga bisa melihat hal itu sebagai hal yang sangat positif,'' katanya.
Namun reaksi yang berbeda justru diperlihatkan oleh teman-temannya. Reaksi beragam muncul. Ada yang mendukung, tak sedikit pula yang pergi meninggalkannya. Sikap resisten teman-temannya muncul karena Hana secara terbuka mengubah penampilannya. Ia tak canggung untuk menutup aurat dengan mengenakan hijab di kepala bersamaan dengan keputusannya bertransformasi diri menjadi muslimah.
Ia sadar sikapnya itu telah mengundang banyak perhatian. Maklum saja di negara Barat, memperlihatkan identitas sebagai muslim terkadang bukanlah hal yang mudah diterima. Hal tersebut diakuinya secara terus terang di blog pribadinya. Ia mengaku menjadi seorang muslimah di sebuah negara Barat cukup menakutkan. Apalagi pascatragedi September kelabu di Amerika. Demam Islamofobia seperti menyebar bagaikan virus di kalangan orang Barat.
Tapi hal itu tak pernah menyurutkan sikap Hana. Cara yang ia pilih untuk memupus Islamofobia dengan ketrampilannya sebagai seorang desainer. Alhasil, pakaian muslimah di bawah bendera Maysaa justru menarik perhatian dunia internasional. Majalah fashion terkemuka seperti ELLE Italia, Address Magazine hingga Harper's Bazaar tak sungkan untuk memampangkan karya Hana. ''Inilah cara saya memupuskan rasa takut (Islamofobia) itu,'' katanya.