REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) melihat kondisi perbankan saat ini dalam tingkat yang sehat. Berdasarkan stress test yang dilakukan, BI tidak melihat adanya potensi risiko di perbankan.
Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Makroprudensial Darsono mengatakan, BI melakukan stress test pada bank dan institusi keuangan yang besar. "BI juga melakukan uji ketahanan terhadap korporasi yang menjadi debitur perbankan. Karena mungkin banknya tidak apa-apa, tapi debiturnya yang bermasalah," ujar Darsono, Senin (19/5).
Stress test bertujuan untuk menggabungkan shock skenario dari risiko kredit dan risiko pasar seperti shock peningkatan kredit bermasalah (NPL), peningkatan suku bunga, pelemahan nilai tukar dan penurunan harga SBN. Darsono mengatakan, BI akan mengetahui potensi risiko yang terjadi dengan melakukan stress test.
Dari hasil stress test terbaru, BI tidak melihat adanya potensi risiko. Darsono mengatakan, BI selalu mencermati semua risiko, yakni risiko pasar, likuiditas dan kredit. "Atau juga dari harga komoditas. Ada bank yang menghadapi debitur eksportir yang harga komoditasnya turun," ujarnya.
Darsono mengatakan, risiko pasar dapat berasal dari jalur eksternal. Sebagai contoh isu tapering off Bank Sentral AS, the Federal Reserve, yang muncul pada pertengahan tahun lalu berdampak pada Indonesia. Namun kini hal tersebut telah diantisipasi. Darsono mengatakan, investor telah melakukan price in.
Kendati demikian, menurut dia, pasar selalu dinamis mencari isu lain, seperti percepatan kenaikan suku bunga AS. "Itu juga kita waspadai. Kita anggap potensi risiko," ujarnya.