REPUBLIKA.CO.ID, Wujud dari tidak mengenteng-entengkan perceraian itu adalah bahwa ia hanya dapat dilakukan bila telah terpenuhi alasan-alasan hukum yang cukup untuk melakukannya.
Di samping itu, harus dilakukan melalui pemeriksaan pengadilan untuk membuktikan apakah alasannya sudah terpenuhi atau belum.
Oleh karena itulah, ijtihad hukum Islam modern, seperti tertuang dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia (ps. 115) misalnya, mewajibkan prosedur perceraian itu melalui pengadilan; dan bahwa perceraian terjadi terhitung sejak saat perceraian itu dinyatakan di depan sidang Pengadilan (KHI, ps. 123).
Memang dalam fikih klasik, suami diberi hak yang luas untuk menjatuhkan talak, sehingga kapan dan di manapun ia mengucapkannya, talak itu jatuh seketika.
Keadaan seperti ini dipandang dari sudut pemeliharaan kepentingan keluarga, kepastian hukum dan ketertiban masyarakat tidak mewujudkan maslahat bahkan banyak merugikan terutama bagi kaum wanita (istri).
Oleh karena itu, demi terwujudnya kemaslahatan, maka perceraian harus diproses melalui pengadilan. Jadi, di sini memang ada perubahan hukum, yaitu dari kebolehan suami menjatuhkan talak kapan dan di manapun menjadi keharusan menjatuhkannya di depan sidang pengadilan.
Perubahan hukum semacam ini adalah sah sesuai dengan kaidah fiqhiyah yang berbunyi: “Tidak diingkari perubahan hukum karena perubahan zaman.” [Qawaid al-Fiqh, hlm. 113].
Ibnu al-Qayyim menyatakan, perubahan fatwa dan perbedaannya terjadi menurut perubahan zaman, tempat, keadaan, niat dan adat istiadat. [I’lam al-Muwaqqi’in, Juz III, hlm. 3].
Para filsuf syariah telah menyepakati bahwa tujuan syariah adalah untuk mewujudkan kemaslahatan. Menurut asy-Syatibi, dasarnya adalah: “Tiadalah Kami mengutus engkau melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.” (QS al-Anbiya’ (21): 107) (asy-Syatibi, al-Muwafaqat, Juz II, hlm. 142).
Dalam kaitan ini, penjatuhan talak di depan sidang pengadilan bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan berupa perlindungan terhadap institusi keluarga dan perwujudan kepastian hukum dimana perkawinan tidak dengan begitu mudah diputuskan.
Pemutusan harus didasarkan kepada penelitian apakah alasan-alasannya sudah terpenuhi. Dengan demikian talak yang dijatuhkan di depan pengadilan berarti talak tersebut telah melalui pemeriksaan terhadap alasan-alasannya melalui proses sidang pengadilan.
Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah