Jumat 20 Jun 2014 12:46 WIB

MUI: Tak Ada Hubungan Kolom Agama dan Diskriminasi

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amidhan
Foto: Antara
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amidhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amidhan mengatakan tidak ada hubungannya antara kolom agama di Kartu Tanda Penduduk (KTP) dengan perlakuan diskriminasi. "Tidak ada hubungannya antara kolom agama dan diskriminasi. Justru dengan adanya kolom agama itu banyak manfaatnya," ujar Amidhan di Jakarta, Jumat (20/6).

Kolom agama, sambung dia, memudahkan pemerintah untuk melakukan pembinaan umat beragama dan memudahkan seseorang dalam pergaulan. "Kolom agama bukan untuk diskriminasi tapi transparansi," tegas dia.

Agama, kata dia, seharusnya bukan menjadi sesuatu yang perlu ditakutkan. "Sekarang, kalau ada orang pakai peci hitam. Peci hitam sudah jadi ciri nasional. Jadi bukan hanya Islam. Sulit mengetahui agama seseorang jika tidak ada kolom agama. Kolom agama itu bertujuan untuk menghargai pemeluk agama lain," jelas dia.

Polemik mengenai kolom agama di KTP sudah berlangsung sejak satu dekade lalu. MUI sendiri keberatan jika kolom agama dihapuskan dari KTP.

Sebelumnya, Direktur Megawati Institute Siti Musdah Mulia mengatakan kolom agama dalam KTP kerap dipolitisasi dalam berbagai kepentingan jangka pendek. "Misalnya, pegawai yang berlainan agama susah untuk naik pangkat," kata Musdah.

Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan kolom agama di KTP tidak ada gunanya. Basuki mengatakan ada banyak aliran agama yang dianut oleh penduduk Indonesia. Tak jarang aliran-aliran tersebut menafsirkan ritual agamanya dengan sangat berbeda.

"Jadi terlalu naif, jika pemerintah hanya mengakui beberapa agama saja dan membatasi penduduknya untuk memilih agama," jelas Basuki.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement