REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tindakan massa Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengepung kantor TV One merupakan teror bagi demokrasi dan kebebasan pers. Lebih dari itu, tindakan itu juga dinilai sebagai ancaman bagi masyarakat umum.
"Itu sudah bukan lagi ancaman bagi kita semua, tetapi merupakan teror karena sudah merupakan aksi," kata pengamat komunikasi politik UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Iswandi Syahputra kepada wartawan, Kamis (3/7).
Menurut dia, keberadaan pers yang merupakan salah pilar demokrasi dilindungi oleh konstitusi. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, diatur tentang hak jawab bagi masyarakat yang keberatan dengan sebuah pemberitaan.
"Itu merupakan hak, bukan kewajiban. Jadi silakan digunakan. Bukan dengan cara-cara yang anarkis," katanya.
Menurut Iswandi, aksi mendatangi kantor TV One sangat mengundang ketakutan bagi masyarakat umum. Jika massa kubu Jokowi sudah berani melakukan aksi terhadap lembaga pers, maka bisa jadi perlakuan kepada warga masyarakat kebanyakan akan lebih keras.
"Ini tidak sehat bagi demokrasi. Mereka melakukan tindakan memaksa seperti itu dengan terbuka, lantas bagaimana ketika memaksa buruh dan masyarakat kecil memilih capres tertentu," pungkasnya.
Seperti diberitakan, kantor TV One Biro Daerah Istimewa Yogyakarta disegel massa PDIP pada Rabu (2/7) malam. Selain penyegelan, massa pendukung Jokowi itu juga melakukan aksi vandalisme. Pun kantor redaksi di Pulogadung, Jakarta Timur, juga didatangi massa.