REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Calon presiden Indonesia, Prabowo Subianto menduga telah ada kejadian yang cukup besar terkait kecurangan di pemilihan umum 9 Juli lalu. Hal itu mencegahnya dari memenangkan jajak pendapat yang paling memecah belah dalam sejarah demokrasi, yang rapuh di Indonesia.
Jenderal pada era presiden Soeharto itu telah mengaku berada di depan dalam penghitungan suara, yang hasil resminya akan diumumkan pekan depan. Namun dalam sebuah wawancara dengan Associated Press pada Jumat (18/7), Prabowo untuk pertama kalinya menyadari bahwa ia mungkin kalah dari lawannya, gubernur DKI Jakarta nonaktif Joko Widodo, karena penipuan suara.
"Setengah dari masyarakat Indonesia mendukung saya," katanya, dilansir Huffington Post. "Dalam keyakinan saya, itu lebih dari setengah, jika tidak ada kecurangan," tambahnya
Beberapa lembaga survei terkemuka telah melakukan quick count dari sampel suara yang menunjukkan Jokowi memimpin dengan perolehan suara kecil, tapi menentukan. Pelaksanaan hitung cepat telah secara akurat memprediksi pemilihan kepala daerah dan legislatif.
Desakan Prabowo bahwa sedang di jalur kemenangan, dan tuduhannya terkait penipuan, telah menimbulkan spekulasi di beberapa kalangan bahwa capres Partai Gerindra yang superkaya itu akan menolak untuk mengakui hasil pemilu.
Kondisi itu akan memberikan tekanan pada lembaga-lembaga demokrasi di Indonesia dan mungkin bisa mengarah pada munculnya kekerasan. Gara-gara kecurangan itu, capres berusia 63 tahun itu sepertinya akan membawa hasil rekapitulasi manual ke Mahkamah Konstitusi sebagai konsekuensi banyaknya kecurangan.