Ahad 20 Jul 2014 20:00 WIB

Meramal Masa Depan Malaysia Airlines Pasca-Tragedi

Rep: c88/ Red: Maman Sudiaman
Malaysia MH17 di Bandara Schipol, Amsterdam, Kamis (17/7)
Foto: Twitter
Malaysia MH17 di Bandara Schipol, Amsterdam, Kamis (17/7)

REPUBLIKA.CO.ID, MALAYSIA --  Beberapa pasar saham Asia ditutup melemah pasca-tragedi pesawat Malaysia Airlines MH17. Insiden tersebut sebagaimana dilaporkan BBC akhir pekan lalu memicu ketegangan politik antara Ukraina dan Rusia.

Tragedi di Ukraina merupakan pukulan kedua bagi Malaysia Airlines setelah sebelumnya MH370 dinyatakan hilang pada Maret. Rentetan musibah ini menimbulkan pertanyaan bagaimana nasib Malaysia Airlines di masa depan.

“Bahkan jika tragedi itu murni kecelakaan namun belum pernah ada sejarah sebelumnya di mana satu maskapai penerbangan mengalami kejadian beruntun dalam waktu berdekatan seperti Malaysia Airlines,” kata Bertrand Grabowski, Kepala Bidang Penerbangan DVB Bank. Di Malaysia. Bertrand Grabowski juga dikenal sebagai seorang banker.

“Dukungan dari pemerintah harus dilakukan lebih eksplisit dan masif,” tambahnya.

Malaysia Airlines telah mengalami paceklik keuntungan selama bertahun-tahun. Nilainya di pasar saham pun anjlok lebih dari 40 persen selama sembilan bulan terakhir.

Laporan lain menyebutkan bahwa perusahaan investasi negara, Khazanah Nasional, pemegang saham mayoritas di maskapai tersebut berencana untuk melepas kepemilikannya. Khazanah Nasional telah berinvestasi lebih dari satu miliar dolar AS di Malaysia airlines pada tahun-tahun terakhir. Perusahaan ini juga mengisyaratkan perlunya restrukturisasi di tubuh Malaysia Airlines.

Para pengamat mengatakan investasi lanjutan sangat dibutuhkan jika maskapai ini ingin tetap eksis setidaknya dalam jangka pendek. Malaysia Airlines diramalkan dapat bertahan dalam jangka panjang jika memiliki jaminan finansial yang baik.

Mohshin Aziz, analis investasi di Maybank Kuala Lumpur mengatakan kepada BBC bahwa tantangan yang kini dihadapi Malaysia Airlines sebagai ‘sesuatu yang tidak dapat diatasi’. Tanpa sokongan dana yang memadai, ia mengatakan maskapai ini tak akan dapat bertahan lebih dari setahun lagi.

“Kecelakaan terakhir di Ukraina memunculkan wacana adanya kerja sama dengan maskapai Eropa,” kata Leo Fattorini, partner penerbangan dari Bird & Bird.

“Anda berhak mempertanyakan apakah Malaysia Airlines masih mampu bertahan pasca tragedi terakhir,” ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement