REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Masyarakat beserta para tokoh dan berbagai organisasi keagamaan serta organisasi sosial kemasyarakatan di Solo telah sepakat menolak jika paham pro-Islamic State (IS) berkembang di Kota Solo.
"Kami juga akan menangkal penyebaran paham ini di kalangan masyarakat, termasuk kaum muda dan pelajar. Bagaimanapun juga paham ini tidak sesuai dengan Pancasila dan Kebhinekaan Indonesia yang sudah ada," kata Wali Kota Surakarta FX Hadi Rudyatmo, usai Rapat Koordinasi (Rakor) Muspida dan tokoh masyarakat/agama untuk menyikapi fenomena pro-IS di Balai Kota Surakarta, Kamis.
Menyinggung tentang pelaku penyebaran atribut pro-Islamic State (IS) di Kota Solo, ia mengatakan terutama pembuat mural, hanya bisa dikenakan pasal tindak pidana ringan (tipiring) apabila terbukti melakukannya. Hal itu merujuk kepada Perda Nomor 29/1981 tentang Kebersihan dan Keindahan Kota.
"Sesuai Pasal 3 Ayat 3, pelakunya akan dikenakan tipiring dengan denda Rp 50 ribu atau kurungan selama enam bulan," katanya.
Wali Kota menambahkan, para peserta rakor juga telah sepakat untuk menghapus coretan berbau pro-IS di Solo. "Koordinasi akan dilakukan melalui Muspika dan perangkat wilayah. Kami juga akan mengedarkan instruksi kerja bakti pengecatan dinding, mulai Kleco-perbatasan Jalan Ir Sutami. Patroli gabungan untuk mencegah pelaku vandalisme itu juga akan dilakukan pihak terkait".
Menyinggung tentang kemungkinan adanya anggota organisasi pro-IS di Solo Wali Kota Surakarta yang akrab di panggil Rudy itu mengatakan tidak perlu bicara ada atau tidak. Yang penting hal ini perlu disikapi dengan tindakan preventif, arif dan bijaksana.
Kapolresta Surakarta Kombes Pol Iriansyah usai rakor mengungkapkan, pihaknya telah mendeteksi lokasi keberadaan atribut tersebut di delapan titik yang tersebar di tiga wilayah kecamatan, yakni Laweyan, Pasarkliwon dan Serengan.
"Ya sampai kini belum diketahui siapa pemasangnya. Mungkin hanya spontanitas dari pihak-pihak tertentu," katanya.
Iriansyah menerangkan, sanksi hukum terhadap para pelaku penyebaran atribut pro-Is tersebut memang disesuaikan dengan norma hukum yang berlaku. "Kami pun tetap berusaha melakukan tindakan pre-emtif agar aktivitas yang berdampak kepada keresahan sosiologis di masyarakat bisa berkurang. Bahkan jika perlu dihilangkan," katanya.