REPUBLIKA.CO.ID, Sastra Arab Islam sangat berpengaruh bagi perkembangan sastra di dunia Islam, termasuk sastra Islam Nusantara.
Menurut Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sukron Kamil, pengaruhnya bukan hanya terbatas pada sastra Islam, melainkan juga kesusastraan secara keseluruhan.
Namun, nuansa sufistik sangat kentara. “Corak sufistik begitu kental,” katanya. Berikut petikan perbincangannya dengan wartawan Republika, Nashih Nashrullah:
Sejak kapan sastra Islam muncul?
Sastra Arab Islam muncul sejak periode Rasulullah SAW selama berada di Madinah. Indikatornya, suatu ketika Rasul pernah dikritik menggunakan hija', puisi yang bernada ejekan.
Tetapi, pembelaan kali ini bukan dengan pedang, tetapi puisi balasan. Hasan bin Tsabit ditunjuk. Hasan bin Tsabit dinilai mampu. Bukan hanya terletak pada keindahan bahasa dan struktur, tetapi juga isinya, seperti tertuang dalam qasidahnya. Ini preseden awal sastra Islam.
Sejauh manakah perkembangan sastra tersebut?
Di periode awal, sastra itu lebih bercorak pada puisi-puisi pujian. Ada karya Ka'ab bin Zuhair yang berjudul Banat Su'ad. Di dekade berikutnya muncul karya al-Barzanji. Fakta inilah yang membuat al-Ma'ari, sastrawan Arab pada abad ke-12, dalam Risalat al-Ghufran, menyebut Hasan bin Tsabit masuk surga sebab menjadikan puisinya untuk kepentingan dakwah.
Pada masa Umar bin Khatab RA, muncul kategorisasi puisi, sekalipun oleh sebagian kalangan fakta ini ditolak, oleh Adonis misalnya. Pada masa Umayyah, sempat stagnan, bahkan merosot. Puisi Arab kembali ke jahiliyah dan berlebihan. Misalnya, pujian untuk Abdul Malik bin Marwan. Disebutkan dalam puisi itu bahwa jika tidak ada khalifah tersebut, maka bumi tak lebih dari himpunan mayat-mayat.
Puisi sufistik banyak bermunculan pada masa Abbasiyah?
Memang benar, pada masa ini banyak bermunculan para pujangga sufistik. Ada Abu al-Atahiyah. Ia menelurkan karya puisi zuhud, sufistik. Puisi sufistik dalam sejarah Dinasti Abbasiyah muncul sebagi kritik antitesis dari puisi-puisi kegilaan atau mujun. Memuji khamar, sama dengan memuji wanita-wanita yang dicinta.
Sekalipun, Abu Nuwas menjelang kematiannya mengambil sisi religi dalam karya-karyanya. Secara garis besar puisi di masa ini berisikan tentang kedekatan Tuhan, akhlak, dan moralitas. Muncul juga al-Mutanabbi yang juga melahirkan banyak puisi religi.