Selasa 09 Sep 2014 14:07 WIB

Pesantren Cahaya Islam Menjaga Semangat Santri (1)

Rep: Hannan Putra/ Red: Chairul Akhmad
Salah satu kegiatan santri di pondok pesantren.
Foto: Antara/Rudi Mulya/ca
Salah satu kegiatan santri di pondok pesantren.

REPUBLIKA.CO.ID, Sudah menjadi masalah klasik dan merata di seluruh pondok pesantren yang ada, santri sering diliputi kejenuhan.

Beban pelajaran yang sangat berat, kegiatan belajar yang sangat padat, sementara waktu istirahat yang relatif sedikit membuat para santri jenuh dengan keseharian yang terus dilaluinya. Akhirnya, kegiatan belajar pun tak lagi berjalan efektif dan menyenangkan.

Hal inilah yang menjadi perhatian khusus bagi Pesantren Cahaya Islam Payakumbuh, Sumatra Barat. Santri harus senantiasa energik dan bersemangat. Menurut Kepala Sekolah Pesantren Cahaya Islam Arnol M Pd, senantiasa bersemangat adalah modal awal bagi santri untuk mengikuti kegiatan dan program pesantren yang ada.

"Di pesantren ini kita mencoba menyeimbangkan antara fisik, akhlak, dan ilmu pengetahuan. Bagi kami, latihan fisik itu penting. Hikmahnya, anak-anak kita akan bugar. Dengan bugar, mereka akan bersemangat untuk belajar dan beribadah," terangnya.

Arnol menyebutkan, efek dari olahraga sungguh luar biasa bagi santri. Setiap hari mereka jadi bersemangat mengikuti pelajaran. Imunitas tubuh mereka akan lebih kuat terhadap penyakit. Kemudian, mereka akan lebih kuat menjalankan ibadah sunah.

Contohnya saja, Pesantren Cahaya Islam sangat mendisiplinkan shalat Tahajud bagi santri. "Tahun 2012-2013 lalu, rekor shalat malam santri kita itu 700 rakaat per semester. Tahun ajaran 2013-2014 ini, rekor shalat malam menjadi 1.200 rakaat per semester. Bahkan, siswa pun lebih banyak shalat malamnya ketimbang ustaz-ustaznya," papar Arnol.

Menurut Arnol, mustahil shalat Tahajud tersebut bisa dilaksanakan santri sedemikian hebat tanpa ada latihan ketahanan fisik. Mereka yang terbiasa berolahraga menjadikan tubuhnya kuat untuk melakukan ibadah apa pun.

Di samping disiplin berolah raga, santri-santrinya yang cukup kekar-kekar tersebut juga tak ketinggalan di bidang akademik. Arnol menyebutkan, setelah tes IQ, ternyata santri-santrinya hanya mendapatkan peringkat menengah kebawah.

"IQ mereka berkisar 90 sampai 110. Hanya satu orang santri kita yang tergolong cerdas, yaitu IQ nya 111. Tapi, subhanallah, mereka mendapatkan peringkat kedua di kota ini sebagai peraih nilai UN (ujian nasional) tertinggi," ujarnya.

Ia membandingkan, banyak sekolah-sekolah peraih nilai UN tertinggi umumnya berasal dari sekolah elite. Sekolah yang memang terseleksi secara ketat untuk penerimaan siswa disokong pula dengan fasilitas yang mumpuni.

Pantas saja sukses, jika orang yang memang sudah pintar, diajar oleh tenaga pendidik profesional, ditopang pula oleh fasilitas yang baik. "Sementara santri kita bukanlah orang-orang yang cerdas. IQ 90 itu sebenarnya sangat susah (untuk belajar). Jadi menurut kami, peringkat dua itu sudah sangat luar biasa," jelas Arnol.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement