REPUBLIKA.CO.ID, CILACAP -- Pertamina Refenery Unit (RU) IV Cilacap, tak hanya melakukan kegiatan produksi BBM. Tapi juga perduli terhadap masalah lingkungan. Hal ini antara lain dibuktikan dengan diluncurkannya Pusat Konservasi Mangrove dan Studi Plasma Nutfah di kawasan Segara Anakan Kecamatan Kampung Laut Kabupaten Cilacap, Senin (15/9).
''Di kawasan Segara Anakan ini layak didirikan pusat konservasi mangrove, karena kawasan ini memiliki berbagai jenis tanaman mangrove. Bahkan merupakan kawasan yang memiliki paling banyak jenis mangrove,'' jelas General Manager Pertamina RU IV Cilacap, Edy Prabowo.
Dalam acara yang juga dihadiri Menteri Lingkungan Hidup, Baltazar Kambuaya, Direktur Umum Pertamina, Luhr Budi Jatmiko dan para pejabatan Pemkab setempat tersebut dilakukan penanaman pohon bakau di kawasan Segara Anakan Desa Ujung Alang Kecamatan Kampung Laut.
Dalam pengembangan Pusat Konservasi Mangrove tersebut, Pertamina menjalin kerjasama dengan beberapa perguruan tinggi seperti Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, dan kelompok swadaya masyarakat dari kelompok tani Petrakrida Wana Lestari.
Menurut Edy, berdasarkan penjelasan para ahli, di kawasan Segara Anakan sebelumnya ditemukan ada 35 jenis jenis tanaman mangrove. Namun yang terinvetarisir oleh kalangan peneliti saat ini, baru ditemukan sekitar 26 jenis tanaman mangrove.
''Melalui pusat konservasi ini, kita akan dorong lagi agar 9 jenis mangrove lainnya bisa ditemukan,'' katanya.
Dia menyatakan, keberadaan mangrove di kawasan laguna segara anakan yang memiliki luas sekitar 45 ribu hektare tersebut sangat penting, karena akan menunjang keberadaan ekosistem lainnya. Antara lain, seperti jenis-jenis ikan di kawasan tersebut.
Dari penjelasan peneliti dari IPB disebutkan, pada tahun-tahun sebelum tahun 1900-an, kawasan Segara Anakan masih sangat rimbun denga tanaman mangrove. Saat itu, pohon-pohon bakau di kawasan laguna umumnya mencapai ketinggian 15-20 meter. Namun setelah booming musim tambak udang dan ilegal logging, kondisi lingkungan di kawasan ini mengalami kerusakan luar biasa.
''Dalam kondisi ini, pada tahun 2009 Pertamina bersama-sama masyarakat setempat mulai berupaya memperbaiki kondisi lingkungan di kawasan Segara Anakan,'' jelasnya.