REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Presiden terpilih, Joko Widodo, belakangan ini sibuk menyiapkan kabinetnya. Sejumlah pertimbangan menjadi ukuran untuk menentukan layak atau tidaknya seseorang menjadi pembantu presiden. Apa saja yang harus dipertimbangkan? Peneliti senior Core, Mohammad Faisal, memaparkan kepada Republika. Berikut petikannya
Bagaimana Menurut Anda langkah Jokowi untuk memilih menteri berideologi kerakyatan?
Bila Jokowi ingin menterinya berideologi kerakyatan, itu merupakan langkah yang tepat, karena selama ini terus terang saja para menteri atau aparat negeri level tinggi di kabinet tak semua memilikii paradigma kerakyatan.
Hanya saja meski beberapa sudah memiliki kerakyatan, tetapi ternyata sebagian besar masih belum bisa mengimplementasikannya.
Implementasinya masih belum kelihatan. Jadi kalau Jokowi memang mempunyai komitmen kuat untuk memilih menteri dengan ideologi kerakyatan, itu berarti satu langkah tepat.
Nanti tinggal bagaimana kebijakannya, jangan hanya komitmen di awal saja, kita bisa lihat implementasinya nanti, terlihat dari seluruh kebijakan yang dikeluarkan Jokowi saat menjalankan pemerintahan.
Seberapa penting ideologi kerakyatan dalam kabinet, terutama untuk posisi Menteri Keuangan, Pertanian, BUMN, dan ESDM?
Terus terang sangat penting dan sangat urgent, karena selama ini dilihat dari segi pertumbuhan ekonomi selama 10 tahun terakhir, Indonesia cukup bagus. Hanya saja, kalau kita lihat, kualitas dari pertumbuhan itu sendiri, untuk mempertahankan pertumbuhan yang tinggi tidak diikuti dengan kemampuan untuk menularkan kepada golongan menengah ke bawah.
Maka tak heran, bila kemiskinan semakin tinggi, pengangguran semakin tinggi, dan ketimpangan antara kaya dan miskin juga tinggi.
Selama 10 tahun trakhir tak ada perubahan berarti. Oleh karena itu, di pos-pos kementerian yg penting itu harus diisi oleh orang yang punya paradigma kerakyatan.