REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) mengaku belum mendapat rekomendasi dari tim transisi mengenai rencana pembekuan Petral, anak perusahaan Pertamina yang berbasis di Singapura dan Hong Kong.
Karenanya, Jokowi mengaku belum mengambil keputusan terkait hal tersebut. "Itu belum sampai ke saya," ujarnya di Balai Kota, Rabu (24/9).
Namun, Jokowi mengatakan, akan melakukan efisiensi demi melakukan penghematan. Jika ditemukan keberadaan Petral justru membebani negara, maka hal itu akan dievaluasi.
"Sekali lagi perlu dicek di lapangan dan dikalkulasi yang betul. Apakah perusahaan ini yang menjadikan harga minyak tidak efisien? Ya kita tidak tahu," kata presiden terpilih yang baru akan dilantik pada 20 Oktober tersebut.
Secara umum, Jokowi menilai, mafia migas berada di hulu sampai hilir jalur distribusi migas, tak hanya di Petral saja. Karenanya, keberadaan para mafia itu yang menjadi tugas utama menteri ESDM ke depan.
Jokowi menambahkan, sedang memikirkan opsi membentuk satgas khusus untuk memberantas mafia migas.
Wacana pembekuan Petral pertama kali dilontarkan oleh deputi tim transisi Hasto Kristiyanto. Hasto mengatakan, gagasan tersebut awalnya dimunculkan salah seorang tokoh perminyakan yang namanya enggan dia sebutkan.
Menurut tokoh perminyakan tersebut, kata Hasto, keberadaan Petral justru mempersulit negara mencapai target di bidang energi. Sebab, pemerintah acap kali diintervensi makelar ketika melakukan pembelian minyak.