Ahad 28 Sep 2014 17:28 WIB

AS akan Desak Ratifikasi Larangan Uji Nuklir

Reaktor nuklir Plant Vogtle di Waynesboro, Georgia, Amerika Serikat.
Foto: AP/Mary Ann Chastain
Reaktor nuklir Plant Vogtle di Waynesboro, Georgia, Amerika Serikat.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Amerika Serikat berusaha untuk mendesak masyarakat internasional meratifikasi Perjanjian Komprehensif Pelarangan Uji Nuklir (CTBT), kata Menteri Luar Negeri AS John Kerry.

"Saya datang ke sini untuk menegaskan kembali komitmen tak tergoyahkan pemerintah Obama untuk melihat perjanjian ini diratifikasi dan mulai berlaku," kata Kerry, berpidato pada pertemuan Perjanjian Pelarangan Uji Nuklir negara Sahabat yang diadakan di markas besar PBB Jumat.

"Meskipun kita belum berhasil meratifikasi untuk politik, alasan ideologis murni bukan substansi, saya jamin 'kita tetap mengggunakan untuk hidup dengan itu, dan kita hidup dengan itu, dan kami akan hidup dengan itu," kata Kerry menjelaskan sikap Washington terhadap masalah ini.

Menteri Luar Negeri menyimpulkan pidatonya dengan menggarisbawahi pentingnya perjanjian "sehingga kita tidak akan pernah lagi melihat kekuatan nuklir tambahan, dan sehingga kekuatan nuklir yang ada akan terus bergerak untuk menghilangkan senjata (nuklir) dari Bumi."

CTBT, yang melarang semua jenis ledakan nuklir untuk tujuan militer atau sipil, telah diadopsi oleh Majelis Umum PBB kembali pada 1996. Namun, dokumen itu gagal berlaku, karena delapan negara, termasuk Amerika Serikat, Tiongkok, Iran dan Israel, belum meratifikasinya.

Jika enam negara besar dunia (AS, Inggris, Prancis, Tiongkok dan Rusia ditambah Jerman) mencurigai program nuklir Iran untuk kepentingan damai untuk membuat senjata nukllir, maka negara-negara besar cenderung tidak mempermasalahkan Israel yang jelas memiliki senjata nuklir namun tidak pernah menyatakan dirinya sebagai negara nuklir.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement