REPUBLIKA.CO.ID, NAIROBI -- Pengadilan Kenya melarang jilbab di setiap sekolah yang disponsori gereja. Oleh orang tua dan ulama Kenya putusan itu dianggap sebagai kemunduran kebebasan menjalankan kepercayaan di Kenya.
"Dalam Islam, setiap Muslimah yang telah baligh diperintahkan untuk menutupi seluruh tubuh kecual wajah. Ini dimaksudkan sebagai bentuk penghormatan Islam terhadap kaum perempuan," ucap Ketua Dewan Imam Kenya, Sheikh Abdullahi Gudo, seperti dilansir onislam.net, Senin (29/9).
Sebelumnya, gereja Methodist Kenya (MCK) mengajukan gugatan kepada pengadilan untuk melarang penggunaan jilbab di sekolah mereka. Lalu, pada sidang Selasa (23/9) lalu, pengadilan mengabulkan permohonan itu.
"Aturan yang dikeluarkan Direktur Pendidikan Isiolo yang memperbolehkan penggunaan jilbab itu sebuah kesalahan," kata Pengadilan.
Secara terpisah, sebanyak 80 persen pelajar sekolah yang merupakan Muslim kecewa dengan keputusan itu. Mereka kemudian menggelar aksi protes terhadap putusan itu.
Pemimpin komunitas Muslim dan Kristen akhirnya sepakat berdialog terkait putusan tersebut pada 25 September kemarin. Dialog itu menitikberatkan pada upaya tidak mencampuradukan antara agama dan pendidikan.
"Ini masalah kecil. Agama tidak boleh dicampuradukan dengan pendidikan," kata Sekretaris uskup Stephen Kalunyu dari Dewan Kristen Nasional Kenya (NCCK).
Dari Dewan Ulama Kenya mengharapkan setiap sekolah mematuhi aturan yang sudah ditetapkan Kementerian Pendidikan. "Semua sekolah harus mematuhi aturan yang sudah ditentukan bahwa setiap pelajar Muslimah diperbolehkan mengenakan hijab," kata dia.