Senin 18 Nov 2024 20:09 WIB

Trump Rangkul Islamofobik ke Kabinet, Bagaimana Nasib Komunitas Muslim di AS?

Trump juga pernah menetapkan kebijakan Travel Ban kepada beberapa negara muslim.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Donald Trump terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat usai memenangkan pemilihan presiden.
Foto: AP Photo/Mark Humphrey
Donald Trump terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat usai memenangkan pemilihan presiden.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump merangkul sejumlah nama yang dikenal Islamofobik dan pendukung garis keras Israel dalam kabinetnya seperti Pete Hegseth dan Mark Rubio. Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional, Prof Sudarnoto Abdul Hakim mengatakan, ditempatkannya tokoh-tokoh tersebut dalam Kabinet Trump semakin menunjukkan spirit Islamofobia. 

"Nah kita sudah punya pengalaman waktu Donald Trump masa pertama dulu, itu juga menampak sekali spirit Islamofobia itu," ujar Prof Sudarnoto saat dihubungi Republika.co.id, Senin (19/11/2024). 

 

Sebelumnya, Trump juga pernah menetapkan kebijakan Travel Ban kepada beberapa negara muslim masuk ke Amerika karena dianggap negara-negara itu tempat penyemaian terorisme.

 

Lalu, ketika Joe Biden terpilih sebagai Presiden Amerika masyarakat dunia pun sempat menaruh harapan terkait masalah Islamofobia. Karena, Joe Biden saat itu menunjukkan simpati terhadap umat Islam dan agama Islam. 

 

"Tapi itu masa-masa awal kepresidenan. Tapi ternyata juga tidak banyak berbeda dengan Donald Trump sebelumnya yang memberikan ruang bagi Israel untuk terus melakukan politik agresinya terhadap Palestina," kata dia. 

 

Dengan terpilihnya kembali Donald Trump sebagai presiden, menurut dia, tantangan ke depan akan semakin berat terutama yang terkait dengan Islamofobia ini. 

 

"Dan jelas sekali bahwa kebijakan-kebijakan Donald Trump kita lihat tidak berubah ya. Donald Trump akan bersikap keras terhadap keberadaan umat Islam. Apalagi sejumlah pejabat tinggi itu memang menunjukkan Islamofobia," jelas dia. 

 

Dia melanjutkan, beberapa tahun yang lalu pada masa Donald Trump dana yang dikucurkan dari berbagai organisasi-organisasi di Amerika juga cukup besar untuk mengkampanyekan Islamofobia. Hal ini juga didukung oleh media-media mainstream di Amerika, terutama di Era Covid-19. 

 

Karena itu, menurut dia, kekuatan-kekuatan Islam dan masyarakat sipil dari berbagai mesti harus bersama-sama melawan semangat Islamofobia. Karena, kata dia, ini menyangkut tentang kedaulatan beragama, hak-hak asasi masyarakat yang harusnya dilingungi termasuk dalam melaksanakan ajaran agama.

 

"Resolusi PBB sudah sangat jelas sekali. Jadi apa yang dikembangkan oleh Donald Trump dengan spirit Islamofobia itu sangat bertentangan dengan spirit PBB," ujar Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement