Selasa 30 Sep 2014 18:00 WIB

KPK Risaukan Dampak Plkada DPRD

Rep: bambang noroyono/ Red: Taufik Rachman
Gedung KPK Jakarta.
Gedung KPK Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak menjamin pemberantasan tindak pidana korupsi di daerah akan menurun pascadisahkannya UU Pilkada. Sebab, KPK meyakini, pilkada tak langsung bakal membuat praktik korupsi diantara DPRD dan calon pimpinan daerah akan tersistem dan berkelanjutan.

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan, tak bisa cuma mengandalkan kinerja KPK dalam ancaman tersebut. Dia menyatakan, proporsi sumberdaya manusia di internal lemba-ganya tak mungkin bisa membereskan praktik korupsi yang bakal semakin luas itu.

"Kita harus fair.  KPK cuma punya penyidik 50-an. Jumlah kabupaten kotanya ada 500-an," kata dia, Selasa (30/9). Menurut dia, dengan perbandingan tersebut, tak akan bisa menyerahkan pemberantasan korupsi hanya di pundak KPK sendiri.

Bambang menerangkan, tahun anggaran 2011, pernah ada permintaan agar cabang perwakilan KPK ada di semua pro-vinsi. Akan tetapi, wacana itu sampai sekarang memang tak pernah disetujui. Bambang tak membeberkan apa penyebab tak disetujuinya pembukaan perwakilan tersebut.

Itu artinya KPK semakin tak akan bisa memberi pengawasan penuh atas praktik kotor yang diduga akan marak itu.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) baru saja mensahkan UU Pilkada. Dalam undang-undang kontroversi itu, dikatakan, pe-milihan gubernur dan pimpinan daerah di bawahnya tak lagi via pemilihan langsung. Melainkan, harus lewat pemilihan di DPRD setempat.

Banyak alasan mengapa UU Pilkada ini mencuat. Terlepas dari persoalan politik, pengusung RUU tersebut yakin, bahwa pilk-ada langsung lebih berekses buruk dan rawan praktik jual beli suara dan korupsi. Alasan serupa pun, dikatakan bagi penolak UU tersebut.

Namun Bambang beranggapan, praktik korupsi dari pilkada langsung tak berekses banyak. Pun kata, praktik korupsi pemimpin daerah selama ini, marak terjadi pascapemilihan. Itupun dikatakan dia, banyak terkait dengan penyalahgunaan kewenangan. Kata dia, tercatat ada 313 kepala daerah yang terkena masalah ini.

Sementara dia mencatat, ada sekira tiga ribuan anggota de-wan dalam sepuluh tahun belakangan yang terlibat dalam su-ap menyuap dan praktik korupsi lainnya. Kata dia, itu alasan mengapa praktik korupsi dari produk UU Pilkada tersebut akan lebih banyak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement