REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Universitas Nasional, Alfan Alfian, mengatakan sikap PDIP yang bersedia memberikan jatah kursi di kabinet agar Partai Demokrat atau partai lain untuk bergabung adalah hal yang realistis.
Namun, hal tersebut akan coreng wajah Jokowi mengingat pada saat Pilpres hal yang didengungkan olehnya adalah tak ada politik transaksional.
Ia mengatakan, politik bagi-bagi kursi mungkin bisa dipahami jika yang ditawari adalah partai politik pendukung. Tetapi, jika yang dituju bukan parpol pendukung dan apalagi yang telah menyatakan sebagai penyeimbang, maka yang mengemuka justru inkonsistensi
"Jokowi tak harus memaksakan kelompok oposisi agar menyerahkan kadernya untuk dijadikan menteri. Jokowi juga tak perlu merebut kekuatan politik oposisi dengan cara seperti itu," katanya, Rabu (1/10).
Ia mengatakan, kemungkinan PDIP tidak memperoleh jatah pimpinan DPR adalah konsekuensi dari pertarungan politik di DPR yang didominasi oleh koalisi Merah Putih. Jika ini yang terjadi, pemerintahan Jokowi-JK memang agak repot.
Namun setidaknya menurut Alfan, koalisi Jokowi harus mengembangkan komunikasi yang lebih baik dengan oposisi atau kelompok penyeimbang.
"Komunikasi dilakukan dalam kerangka demokrasi 'checks and balances' dan dikembangkan dalam konteks menjaga marwah pemerintah," tambahnya.
Ketika pemerintah tengah membuat rencana kebijakan yang baik, itulah menurutnya yang harus diyakinkan Jokowi ke pihak oposisi di perlemen. Jokowi, ujar dia, harus meyakinkan bahwa kebijakan yang diambilnya sudah tepat. Sehingga, tidak memungkinkan oposisi memiliki ruang untuk menolaknya. Hal itu menurutnya, menjadi pekerjaan rumah pemerintah dan harus dilakukan dalam kedinamisan politik yang ada.
Sebelumnya, Sekjen DPP PDIP Tjahjo Kumolo mengatakan, Rabu (1/10), bahwa PDIP siap berbagi jatah kursi kabinet. Jika demokrat dan partai lain mendukung mereka dalam pemilihan calon ketua DPR.
Tawar menawar kursi kabinet dilakukan, agar PDIP memperoleh jatah pimpinan DPR. Di mana, UU MD3 yang disahkan Mahkamah Konstitusi memungkinkan lima kursi pimpinan DPR dikuasai oleh koalisi Merah Putih.