Senin 06 Oct 2014 15:17 WIB

PNS Kerja, Jumlah Pendemo Hong Kong Menurun

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Julkifli Marbun
Demonstrasi Hong Kong
Foto: Reuters/Tyrone Siu
Demonstrasi Hong Kong

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Ratusan pendemo pro-demokrasi masih melakukan protes di jalanan Hong Kong. Protes ini masih dilanjutkan setelah pemerintah memberikan tenggat waktu untuk menghentikan demonstrasi.

Namun, jumlah mereka semakin menurun semalam dan para PNS harus kembali bekerja di pusat pemerintahan. Para demonstran ini meluapkan kemarahannya terhadap rencana Cina yang akan menyaring kandidat kepala eksekutif Hong Kong dalam pemilu 2017.

Mereka menuntut pemerintah Cina mengizinkan mereka untuk memilih secara pemimpin mereka secara penuh. Sejak pekan lalu, puluhan ribu warga telah melakukan demo di jalanan. Namun, hanya sekitar 100 demonstran yang masih berada di luar komplek pemerintahan pada Senin pagi dan hanya sekitar 10 orang yang menduduki luar kantor kepala eksekutif.

BBC melaporkan, sekitar 200 orang juga masih berada di Mong Kok, utara pelabuhan. Semalam, sejumlah demonstran di Pusat membuka barikade dan jalanan sehingga para pejabat pemerintah dapat masuk.

Laporan koresponden BBC John Sudworth menyebutkan para demonstran yang masih melakukan protes telah beristirahat pada Minggu malam di sepanjang jalan layang. Mereka mengisyaratkan tak akan menyerah dengan mudah.

Alex Chow, salah satu sekjen dari pergerakan demonstrasi Federasi Mahasiswa Hong Kong mengaku tak khawatir mengenai menyusutnya jumlah demonstran. "Warga perlu beristirahat, tetapi mereka akan datang lagi. Tak berarti pergerakan ini selesai. Banyak orang yang masih mendukungnya," katanya.

Selama akhir pekan ini, Kepala Eksekutif Hong Kong CY Leung menyerukan para demonstran untuk mengakhiri protes. Ia juga memperingatkan kepolisian memiliki tanggung jawab untuk memulihkan keadaan.

Lanjutnya, para PNS juga harus kembali bekerja dan anak-anak harus bersekolah. Kelompok demonstran sendiri menyatakan akan menyetujui tawaran pemerintah untuk melakukan pembicaraan jika serangan terhadap mereka diselidiki dan sejumlah lokasi protes tidak dibubarkan secara paksa.

Namun, diskusi pembukaan dialog secara formal terhambat setelah kedua belah pihak gagal menyepakati sejumlah prinsip-prinsip dasar terkait pembicaraan. Pembicaraan ini pada awalnya direncanakan pada Sabtu, namun para demonstran menarik diri menyusul adanya serangan yang terjadi di wilayah Mong Kok.

Sejumlah demonstran di Mong Kok tampak meninggalkan lokasi tersebut pada Minggu. Mereka mengatakan akan bergabung dengan kelompok demonstran utama di luar gedung pusat pemerintahan.

Para aktivis mahasiswa mengatakan mereka akan tetap melakukan demonstrasi hingga detail pembicaraan dilakukan. "Jika pemerintah menggunakan militer untuk membubarkan para demonstran, maka tidak akan ada lagi dialog," kata Aktivis utama Lester Shum.

Sebelumnya, bentrokan terjadi pada demonstrasi yang dilakukan secara damai untuk menuntut demokrasi. Ketegangan meningkat ketika kepolisian menggunakan gas air mata melawan para mahasiswa.

Respon kepolisian ini dinilai sangat berlebihan dan memicu ribuan orang bergabung dengan demonstrasi dan memblokade sejumlah wilayah utama, termasuk wilayah keuangan Hong Kong. Rencana Cina untuk memilih kandidat pemilu 2017 ini telah memicu para demonstrans pro-demokrasi melakukan protes.

Para demonstran ini mendesak kepala eksekutif Hong Kong Leung untuk mengundurkan diri. Namun, pemerintah pusat di Beijing juga memberikan dukungan penuhnya terhadap Leung dan menyebut aksi protes ini ilegal.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement