Rabu 22 Oct 2014 20:32 WIB

Bayi Paus Pembunuh Langka Diduga Hilang

Paus pembunuh atau orca.
Foto: Reuters
Paus pembunuh atau orca.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Bayi paus pembunuh atau orca yang baru lahir pertama kalinya sejak 2012, setelah populasi satwa itu merosot tajam di Pasifik Barat Laut, dinyatakan hilang dan diduga mati hanya beberapa pekan setelah kelahirannya, kata para ahli, Selasa (21/10).

Induk bayi orca itu terlihat tiga hari berturut-turut berenang di perairan lepas pantai Washington tanpa diikuti bayinya, suatu pertanda bahwa si bayi telah mati, kata Howard Garrett, direktur bersama suatu jaringan Orca yang berpusat di Washington.

"Untuk dua tahun pertama, bayi paus akan menempel terus pada induknya. Bayi ini tidak lagi terlihat mengikuti induknya dan dapat disimpulkan bahwa dia sudah mati," kata Garrett.

Bayi orca itu lahir pada September yang lalu, sebagai kelahiran pertama sejak 2012, dan diharapkan menjadi pertanda baik oleh para ahli ikan paus yang mengamati bahwa jumlah orca di samudra Pasifik Barat Laut semakin turun hingga ke titik paling rendah sepanjang sejarah.

Terdapat 78 orca di kawasan itu, turun dari 98 pada 1995, dan dalam sejarahnya, kawanan ini mencapai 200 ekor pada abad 19, kata Garrett. Populasi Orca dinyatakan langka pada 2005. Para ahli menyebutkan kemungkinan bayi orca itu masih hidup antara 50-65 persen.

Sebagai anggota terbesar dari jenis lumba-lumba, orca adalah mahluk yang memiliki kecerdasan tinggi di antara satwa laut lainnya dengan berkomunikasi menggunakan siulan dan denyut nadi. Satwa ini hidup dalam lingkungan sosial dan menjaga kebersamaannya dalam "kawanan" sepanjang hidup mereka, menurut Administratur Atmosfir dan Kelauatan Nasional (NOAA), Amerika Serikat.

Ancaman terhadap kehidupan mereka meliputi pencemaran dan pemancingan besar-besaran sumber makanan mereka di dekat Kepulauan San Juan, di Laut Salish.

Paus-paus juga terganggu oleh kebisingan kapal dan latihan militer yang menggunakan sonar, tembakan dan bom yang bisa mengganggu komunikasi mereka di bawah air serta menyebabkan perubahan perilaku, demikian menurut Pusat Penelitian Paus.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement