REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Kisruh di tubuh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) terus menjadi sorotan publik belakangan ini. Tokoh Islam yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, pun angkat bicara soal konflik di partai berlambang Ka'bah tersebut.
"Proses islah sangat penting bagi PPP. Karena jika perselisihan ini terus berlarut-larut, tentunya bakal merugikan PPP juga," tutur Mahfud di sela-sela kegiatan Silaturrahim Kiai dan Pengasuh Pondok Pesantren se-Indonesia, yang digelar di Ponpes Asshiddiqiyah, Jakarta, Kamis (23/10).
Ia berpandangan, PPP harus menjaga soliditas supaya bisa 'selamat' untuk lima tahun mendatang. Apalagi, Pemilu 2019 nanti bakal menggunakan sistem baru. Yaitu, pemilihan anggota legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres) akan digelar secara serentak.
Menurut Mahfud, ada dua pilihan mekanisme yang mungkin diterapkan pada Pemilu 2019. Opsi pertama, kata dia, semua parpol yang terdaftar sebagai peserta pemilu dapat mengajukan pasangan capres-cawapres sendiri, jika presidential threshold dihapus oleh para pembuat undang-undang.
Sementara, opsi keduanya adalah hanya parpol yang sudah punya kursi di parlemen pada periode 2014-2019 yang berhak mengusulkan pasangan capres dan cawapres. Jika dilihat dari posisi saat ini, maka PPP sama-sama memiliki kesempatan untuk ikut bersaing pada Pilpres 2019 dalam kedua opsi tersebut.
Karenanya, ujar Mahfud lagi, Mahkamah PPP harus segera mengakhiri perselisihan yang terjadi di kalangan anggota mereka untuk menghadapi kontestasi politik lima tahun mendatang. "Namun, jika kubu yang berselisih tetap bertahan pada pendiriannya masing-masing setelah keluarnya putusan Mahkamah PPP, maka proses penyelesaiannya bisa berlanjut ke pengadilan. Itu sudah diatur dalam UU Parpol," kata Mahfud.
Konflik di tubuh PPP antara kubu Suryadharma Ali (SDA) dan Romahurmuziy semakin memanas belakangan ini. Kondisi ini menyusul tindakan saling pecat yang terjadi antara kedua kubu di parpol tersebut. Kini, PPP mempunyai dualisme kepengurusan yang saling mengklaim diri sebagai kubu yang sah.
Kubu SDA mengaku masih memegang kendali partai berdasarkan hasil Muktamar PPP 2011 di Bandung. Sementara, kubu Romahurmuzy juga mengklaim diri sebagai pengurus baru yang sah setelah menyenggarakan Muktamar Luar Biasa di Surabaya, 15 Oktober lalu.