REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Indonesia Hebat (KIH) mengancam akan membentuk pimpinan DPR tandingan setelah melayangkan mosi tidak percaya terhadap kepemimpinan yang ada.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menilai sikap itu tidak rasional dan tidak sesuai aturan yang disepakati dalam Undang-undang dan tata tertib yang berlaku.
Politikus PKS Almuzzamul Yusuf menjelaskan, pemilihan pimpinan DPR telah diatur dalam UU MD3 dan tatib. Keabsahan pimpinan hanya bisa dilakukan melalui sidang paripurna dan disahkan Mahkamah Agung.
"Kita ini bukan parlemen jalanan, semua ada aturan," katanya Yusuf saat dihubungi Republika, Rabu (29/10) malam.
Menurutnya sikap yang diambil KIH itu tidak sah dan berlebihan. Sebagai lembaga negara, pemilihan pimpinan DPR tidak bisa dilakukan semaunya. Ada prosedur dan aturan yang harus ditaati sesuai Undang-undang dan tata tertib yang berlaku.
Muzzammil menilai, sikap yang diambil KIH ini sebagai bentuk akumulasi kepanikan dan kekecewaan KIH yang selalu kalah dalam pemilihan pimpinan. "Itu kepanikan mereka (KIH) karena kalah terus, politik itu biasa," katanya.
Dia mengatakan, manuver yang dilakukan oleh KIH tidak proporsional. Sikap itu, kata dia, justru akan merugikan KIH sendiri yang terkesan memaksakan dan tidak rasional.
Seperti diketahui, lima partai yang tergabung dalam KIH melayangkan mosi tidak percaya terhadap para pimpinan DPR. Mereka menilai, kelima pimpinan DPR tidak berlaku demokratis dan tidak cakap dalam memimpin di berbagai sidang yang dilakukan.
Arief mengatakan, pimpinan DPR seringkali mengabaikan pendapat dan tidak berlaku adil terutama terhadap anggota DPR dari KIH. Dia juga menilai, pimpinan DPR telah melanggar tata tertib yang telah disepakati dengan memaksakan penyusunan penempatan anggota komisi.
Atas dasar itu, KIH pun membentuk pimpinan DPR tandingan. Ketua yang dipilih adalah Pramono Anung dari PDIP. Sementara empat wakilnya adalah Rio Patrice Capella (Nasdem), Abdul Kadir Karding (PKB), Syaifullah Tamliha (PPP), dan Dossy Iskandar (Hanura).