REPUBLIKA.CO.ID, BADULLA -- Bencana tanah longsor menimpa Sri Lanka bagian tengah pada Rabu (29/10), menyusul hujan lebat yang melanda Sri Lanka dalam beberapa pekan terakhir. Lebih dari 100 orang diyakini tewas akibat peristiwa tersebut.
“Lebih dari 100 orang dikhawatirkan tewas. Dan kami terpaksa menghentikan operasi penyelamatan karena kondisi cuaca yang buruk,” ujar Mahindra Amaraweera, Menteri Penanganan Bencana, seperti dilansir CNN.
Lokasi bencana terletak di wilayah Badulla tepatnya pada sebuah perkebunan teh Meeriyabedda yang berada di dekat kota Haldummula, sekitar 200 km di sebelah timur ibu kota Kolombo.
Kawasan yang terkena bencana tanah longsor itu sendiri mencapai sekitar dua kilometer dan beberapa bagian jalan bebas hambatan ikut terendam banjir.
Bencana tanah longsor di Sri Lanka ini seakan menambah luka dimana sebelumnya pada Juni lalu, ada 22 orang tewas dan ribuan orang lainnya mengungsi akibat bencana tersebut. Pihak berwenang menyatakan bahwa sekitar 140 rumah tertimbun akibat longsoran ini.
Kantor berita Lankapuvath melaporkan, hingga saat ini 300 hingga 500 orang dilaporkan hilang akibat longsor. Pradeep Kodipli dari Pusat Manajemen Bencana Sri Lanka menyatakan bencana longsor sepanjang 3 km itu menghancurkan 150 rumah.
Amaraweera mengatakan pemerintah telah memperingati warga desa pada 2005 untuk pindah mengingat wilayah tersebut memang dikenal sebagai daerah rawan tanah longsor. Namun peringatan itu tidak diindahkan oleh warga sekitar. Korban longsor sendiri sebagian besar merupakan keturunan suku Tamil India yang datang dari India Selatan yang bekerja di perkebunan teh, karet dan kopi pada masa kolonial Inggris.
Meski proses pecarian korban terus berlangsung Amarweera pesimis akan ada korban yang selamat. "Saya pikir tidak mungkin ada korban selamat," ujarnya. Presiden Sri Lanka Mahinda Rajapaksa juga telah memerintahkan perlengkapan berat militer seperti menurunkan lima ekskavator untuk dikerahkan ke lokasi, guna mempercepat pencarian.