Jumat 31 Oct 2014 20:09 WIB

Stimulus The Fed Berhenti, Saatnya Genjot FDI

Rep: Dwi Murdaningsih/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo
Foto: Aditya Pradana Putra/Republika
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Foreign Direct Investment (FDI) harus bisa ditingkatkan untuk mengantisipasi dihentikannya stimulus The Fed. Direktur Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengatakan dihentikannya stimulus the Fed hanyalah masalah waktu saja.

Dihentikannya stimulus The Fed bukan tak mungkin membuat aliran modal menjadi keluar. Sebagai gantinya, agar aliran uang tidak berkurang, FDI harus ditingkatkan. Ia mengatakan pemerintah harus menarik investaor di sektor riil agar capital inflow tidak berkurang sehingga likuiditas di dalam negeri tidak berkurang.

“Ini merespons keseimbangan capital inflow, kita harus menggantinya capital inflow dengan penanaman modal langsung,” ujar Enny, saat dihubungi, Jumat (31/10).

Dia mengatakan, idealnya, investasi yang masuk memang investasi langsung sheingga bisa berdampak kepada sektor riil. Tumbuhnya sektor riil akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Enny mengatakan pemerintahan  baru perlu memperhatikan kepastian hukum dan infrastruktur agar FDI bisa berjalan sesuai yang diharapkan.

Menurtnya, situasi politik pasca pemilihan presiden tidak begitu berpengaruh terhadap FDI. Situasi politik lebih berdampak pada portofolio.

FDI, kata dia lebih bergantung pada kepastian hukum baik dalam hal perburuhan, pembebasan lahan, infrastruktur lantaran FDI akan berlangsung dalam jangka panjang. Tak hanya untuk penanaman modal asing saja, penanaman modal dalam negeri (PMDN) juga perlu terus digenjot.

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) melaporkan investasi PMA dan PMDN kuartal III/2014 mencapai Rp119,9 triliun. Angka ini  memecahkan rekor tertinggi, dengan peningkatan mencapai  19,3 persen dibandingkan periode sama 2013. Realisasi PMDN mencapai Rp41,6 triliun. Sedangkan PMA mencapai Rp78,3 triliun.

Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan QE yang berhenti ini menandakan ekonomi AS yang mulai membaik. “Kita masuk pada kondisi normal dan membersiapkan diri karena ada kemungkinan The Fed menaikkan bunga cukup kuat,” ujar Agus.

Dia mengatakan ada kemungkinan The Fed rate anak naik pada kuartal kedua atau ketiga tahun depan. Ada indikasi kuat bunga The Fed akan naik pada akhir 2015. Kenaikan dari 0,25 persen menjadi 1,4 persen. Di tahun 2016, bukan tidak bungkin bunga akan naik menjadi 2,9 persen.

Tiap kali ekonomi tumbuh, hampir selalu the Fed mengumumkan kenaikan bunga. Hal inipun, kata dia telah menular ke Brazil. Dan Indonesia, kata dia, berada di dalam satu kelompok dengan Brazil sebagai negara berkembang.

Agus mengatakan kemungkinan kenaikan the Fed ini tidak mengejutkan lantaran bukan kali pertama. Pada periode Januari-Desember 2005 lalu, the Fed pernah menaikkan bunga dari 2,25-4,25 persen.

Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan BI sudah mengantisipasi berbagai kemungkinan termasuk kemungkinan The Fed menghentikan stimulus. Semuanya, kata dia sudah dihitung dalam setiap kebijakan moneter yang akan diambil BI. “Jadi, kalau kemarin kita pertimbangkan BI rate tetap, kita sudah pertimbangkan itu, semua sudah diperhitungkan,” katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement