REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tingkat buta huruf Alquran di Indonesia terbilang tinggi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013 menyebutkan ada sekitar 54 persen dari total populasi umat Islam di Indonesia yang tidak bisa membaca Alquran.
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kementerian Agama (Kemenag) RI, Machasin, menilai untuk
mengatasi hal itu diperlukan peran aktif masyarakat. "Pemerintah hanya sebatas memfasilitasi. Sebab, membaca Alquran tidak seperti ibadah besar semisal haji, yang penyelenggaraannya wajib dan rutin," kata Machasin di Jakarta, Selasa (11/11).
Machasin mengatakan, salah satu cara dari Kemenag untuk meningkatkan tingkat melek Alquran adalah pencanangan program Gerakan Masyarakat Maghrib Mengaji (Gemar Mengaji). Program tersebut terinspirasi dari budaya sebagian besar masyarakat muslim di Indonesia tempo dulu, yang kerap melakukan amalan tadarus Alquran tiap bada shalat Maghrib.
Adapun gerakan Gemar Mengaji pertama kali dideklarasikan oleh Menteri Agama RI, Suryadharma Ali, di Jakarta pada 26 September 2012. Kemenag mencanangkan program Gemar Mengaji bagi seluruh provinsi serta kabupaten/kota di Indonesia. Harapannya, masyarakat akan kembali terbiasa dengan budaya mengaji Alquran tiap sesudah melaksanakan shalat Maghrib. Ini dilakukan baik di masjid, rumah, sekolah, maupun kantor instansi swasta atau pemerintah.
"Program ini sudah dan sedang berjalan. Jadi, bukan seremonial," kata Machasin.
Namun, Machasin mengakui, Gerakan Gemar Mengaji sangat perlu peran aktif masyarakat sendiri untuk memberantas buta huruf Alquran. Hal ini disebabkan, Machasin menilai, penerapan Gemar Mengaji antara lain bagi anak-anak dan remaja di sejumlah masjid atau Taman Pendidikan Alquran (TPA) seluruh Indonesia akan maksimal jika masyarakat membiasakan mengaji tiap maghrib di lingkungan keluarga.