REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kekuasaan Turki Ustmani, mulai tahun 1517, identik dengan era baru bagi konstruksi dan pengindahan bangunan di area Masjid Al-Aqsa. Kala itu, pemerintahan Turki Ustmani memang tidak begitu banyak melakukan renovasi maupun perbaikan pada bangunan Masjid Al-Aqsa. Akan tetapi, saat Sulaiman al-Kanuni berkuasa pada tahun 1520, ia melakukan renovasi besar-besaran pada Kubah Shakhrah secara keseluruhan. Renovasi menyeluruh ini termasuk pemugaran Kolam Raranj, serta pembangunan tiga kubah tanpa struktur penyangga.
Eksterior dari Kubah Shakhrah dilapisi oleh marmer, ubin berwarna, hingga kaligrafi. Ayat-ayat dari Surat Yasin juga turut menghiasi bagian atas dinding yang masih bisa terlihat hingga sekarang. Sulaiman juga membangun air mancur Qasim Pasha pada tahun 1527, yang seringkali digunakan oleh umat Muslim sebagai tempat berwudhu. Perubahan juga dilakukan pada kota Yerusalem. Sulaiman memerintahkan salah satu kepala arsitekturnya, Mimar Sinan, untuk membangun dinding di sepanjang kota Yerusalem yang hingga kini masih kokoh berdiri.
Kondisi dari kaum Yahudi di masa pemerintahan Turki Ustmani itu sendiri seringkali bergantung pada sosok pemimpin atau sultan dari pemerintahan itu sendiri. Misalnya, tak dapat di pungkiri, pada masa pemerintahan Sultan Murad III, kaum Yahudi dan non Muslim lainnya cukup mendapatkan tekanan dan tidak diizinkan untuk tinggal dekat masjid maupun gedung-gedung tinggi, serta dilarang untuk memiliki budak. Akan tetapi sultan-sultan lain di masa pemerintahan Turki Usmani lebih toleran. Meskipun begitu, kaum Yahudi dan non Muslim lainnya tetap diwajibkan membayar pajak dan terkadang mendapat batasan-batasan dalam berpakaian, berkuda, maupun dalam pelayanan militer.
Pada masa pemerintahan Turki Usmani klasik, periode tahun 1300–1600, umat Yahudi beserta penduduk lainnya juga menikmati kemakmuran bersama-sama. Kaum Yahudi bahkan cukup menonjol dalam perdagangan dan diplomasi. Beberapa di antara umat Yahudi bahkan menduduki posisis-posisi tinggi, seperti Hekim Yakup Pasa yang menjadi menteri keuangan di pemerintahan Murad II, Ishak Pasha dan Moses Hamon yang menjabat sebagai tabib Murad II, dan Abraham de Castro yang menjadi Master of the Mint di Mesir, yang merupakan posisi sangat tinggi di pemerintahan.