Ahad 23 Nov 2014 18:40 WIB

Toko “Bahagia”

Ustaz Erick Yusuf
Foto: Dok Pri
Ustaz Erick Yusuf

Oleh: Erick Yusuf

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kalau saja kebahagian bisa dibeli, mestilah habis ludes diborong orang-orang kaya. Dan boleh jadi dibuat juga kemasan untuk paket anak, pelajar mahasiswa, dewasa dan manula, pria-wanita sekaligus kemasan sachet-nya seperti shampo-shampo sekali pakai..maklum kalo urusan sama manusia semua mesti dijual ..hehehe.

Seandainya saja kebahagian itu bisa didapat dari ketenaran, mestilah para selebritis dan tokoh-tokoh publik bersahaja. Tapi malah banyak dari mereka yang terseret oleh narkoba dan penggunaaan obat-obat terlarang dikarenakan stress dan depresi. Sebagaimana whitney Houston, Marilyn Monroe, Jim Morison, dan banyak lagi yang mati bunuh diri.

Umpamanya kebahagian itu bisa diraih oleh kekuasaan mestilah Presiden Korea Selatan Roh Moo-hyun tidak akan memilih terjun bebas dari dari pegunungan di belakang rumahnya di Desa Bongha, pada Mei 2009 dan Presiden Brazil Getulio Vargas tidaklah memilih bunuh diri karena frustrasi menghadapi krisis ekonomi di negerinya.

Andaikata kebahagiaan itu bisa didapat dari ukuran materi atau prestasi keduniaan, para Professor dan cendikiawan serta orang-orang pintarlah pemilik kebahagiaan tersebut.

Namun bahagia ternyata tidak seperti yang kita kira, untuk mendapatkan kebahagiaan itu sebenarnya gratis namun ada syaratnya. Syaratnya yaitu dengan mengedepankan rasa syukur kepada Allah SWT. Sebagaimana ilustrasi “enak” dan “nikmat”. Rasa enak itu sifatnya sementara. Seperti ketika kita makan, rasa “enak” itu hanya mampir sebentar, walaupun makanan itu mahal harganya. Namun rasa “nikmat” itu lebih lama dan panjang sifatnya. Seperti apa nikmat itu?. Kembali kepada konteks ilustrasi makan, jika kita tambah rasa itu dengan “bersyukur” walaupun makan hanya dengan Nasi dan ikan asin saja (tidak perlu yang mahal) namun kita bisa mengenangnya sampai bertahun-tahun. Sebagaimana pasangan kakek nenek yang sangat bahagia bercerita pada cucunya, mengenang masa lalu mereka yang sebenarnya dilalui dengan penuh kesulitan hidup.

Apa yang membuat mereka merasa nikmat dan berbahagia? Rasa syukur terhadap Allah. Karena letak kebahagiaan itu berada didalam hati manusia. Sebagaimana hadist : “Bukanlah kekayaan itu diukur dengan limpahan kemewahan dunia. Tetapi kekayaan itu adalah kayanya hati.” (Hadis Riwayat al-Bukhari, Muslim)

Jadi penentu faktor kebahagiaan itu adalah rasa syukur kepada Alloh SWT. Bukanlah kekayaan, ketenaran, kepintaran, kekuasaan dan sebagainya. Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS Ibrahim 7). Mari kita syukuri setiap apa yang kita dapatkan, Alhamdulillah ‘ala kulli hal. Berhusnudzonlah (berbaik sangka) kepada Allah karena apapun yang Allah berikan adalah yang terbaik pada kita, yaitu orang-orang yang beriman. Fa-biayyi alaa'i Rabbi kuma tukadzdzi ban Maka nikmat Tuhan kamu manakah yang kamu dustakan?

Tidaklah lebih baik dari yang menulis ataupun yang membaca, karena yang lebih baik disisi ALLOH adalah yang mengamalkannya.

 

Ustaz Erick Yusuf: Pendiri iHAQi

@erickyusuf

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement