REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Nurul Arifin mengatakan akan menggelar kembali rapat pleno pada Senin sore (24/11) di kantor DPP Partai Golkar, Jalan Anggrek Neli Murni, Slipi, Jakarta Barat.
"Rapat pleno nanti jam 15.00," kata Nurul melalui pesan singkat di Jakarta, Senin (24/11).
Nurul mengaku belum tahu apa saja pembahasan yang akan dilakukan dalam rapat pleno tersebut. Namun, menurut Juru Bicara Poros Muda Partai Golkar wilayah Indonesia Timur Victor Abraham Abaidata, rapat pleno itu akan membahas segala hal terkait pelaksanaan Munas IX Partai Golkar.
"Nanti sore akan ada pleno di DPP Partai Golkar. Pembahasannya untuk penetapan panitia munas. Karena lokasi penyelenggaraan munas juga kan belum pasti," kata Victor.
Sebelumnya, Victor mengungkapkan DPP Partai Golkar sedang kebingungan menetapkan lokasi penyelenggaraan Musyawarah Nasional (Munas) IX yang telah diputuskan untuk dipercepat menjadi 30 November 2014.
"Saya mau katakan, bahwa mereka itu sedang bingung lokasi penyelenggaraan munas, karena belum dapat izin menyelenggarakan kegiatan," kata Victor.
Dia mengatakan berdasarkan keputusan Rapimnas, penyelenggaraan Munas dilakukan di Bandung tanggal 30 November hingga 4 Desember 2014. Namun lantaran tidak memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan, maka DPP pun melakukan konsolidasi untuk mengubah lokasi penyelenggaraan ke Surabaya.
"Saya dapat informasi mereka pindahkan ke Surabaya, tapi di sana pun tidak mendapatkan izin. Lalu mereka coba pindahkan lagi di Bali, dan hasilnya sama," kata Victor.
Sejauh ini waktu penyelenggaraan Munas IX Golkar acap kali berganti. Meskipun rapat pleno DPP Partai Golkar sebelumnya telah menyepakati Munas digelar Januari 2015, namun tiba-tiba dalam Rapimnas penyelenggaraan munas disepakati menjadi 30 November di kota kembang, Bandung.
Tidak lama berselang, DPP Partai Golkar tiba-tiba mengumumkan bahwa munas akan berlangsung di Bali.
Tidak sedikit kader yang menilai percepatan munas untuk memudahkan Aburizal kembali mempertahankan posisinya, sekaligus mempersulit calon ketua umum lain untuk melakukan konsolidasi dengan kader daerah.