Selasa 25 Nov 2014 13:54 WIB
Larangan rapat dengan DPR

PDIP: Larangan Jokowi Menteri Hadir ke DPR untuk Hormati KMP dan KIH

Rep: Muhammad Akbar Wijaya/ Red: Erdy Nasrul
Ahmad Basarah
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Ahmad Basarah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Sekretaris Jendral DPP PDIP, Achmad Basarah mengatakan larangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar para menteri di Kabinet Kerja tidak mengikuti rapat bersama DPR merupakan konsekuensi kesepakatan damai antara Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH).

]Menurutnya KMP dan KIH sepakat untuk tidak memanggil menteri sebelum revisi Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD rampung dilakukan. "Konsekuensi kesepakatan islah yang dibuat antara KIH dan KMP," kata Basarah saat dihubungi wartawan, Selasa (25/11).

Kesepakatan KIH dan KMP tersebut sejalan dengan informasi yang disampaikan juru runding KIH yakni Pramono Anung dan Olly Dondokambe. "Kecuali BURT DPR, komisi dan badan-badan DPR belum dapat memanggil menteri dan pejabat di bawahnya menghadiri rapat di DPR," ujarnya.

Basarah menyimpulkan larangan Jokowi kepada para menteri menghadiri rapat dengan DPR justru untuk menghormati kesepakatan KMP dan KIH. Dia berharap KMP tidak melanggar kesepakatan. "Sebaiknya KMP tidak melanggar konsensu politik yang sudah disepakati tersebut," ujar Basarah.

Pada bagian lain, Basarah mengatakan PDIP akan mengklarifikasi pemanggilan menteri oleh DPR kepada Pramono. Sebab Pramono terlanjur meyakinkan para pimpinan partai di KIH bahwa tidak akan ada pemanggilan menteri sebelum revisi UU MD3 selesai dilakukan. "Waktu itu Mas Pram yang memberikan keyakinan kepada kami," katanya.

Basarah mengatakan janji KMP tidak memanggil menteri menjadi alasan KIH menyerahkan nama anggota di alata kelengkapan dewan. Basarah menilai KMP telah melanggar kesepakatan. "Dalam kasus ini KMP dapat dianggap melanggar kesepakatan islah KIH dan KMP," ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement