REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (IKADI), Satori Ismail menilai rencana pengaturan materi dakwah dalam RUU Perlindungan Umat Beragama sebaiknya tidak sampai mengubah esensi dakwah. Karena khutbah bagian dari dakwah yang merupakan sarana mencegah kemungkaran dan menasiihati kepada kebaikan.
Namun, Satori menyetujui pengaturan terhadap materi dakwah semisal tidak boleh menyiarkan isu politik praktis, isu yang memecah-belah umat beragama, atau aib seseorang maupun kelompok tertentu di ruang publik. "Bagaimanapun, pendakwah harus dibolehkan menyinggung isu kemunduran masyarakat, seperti penyakit sosial dan ketimpangan ekonomi," ucap Satori.
Kiai Satori lantas menambahkan, adanya aturan terkait isi materi dakwah juga pernah diberlakukan pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. Pada era tersebut para pendakwah harus menyetor isi materi ceramahnya terlebih dahulu ke Babinsa atau aparat keamanan. Maka, materi dakwah yang disampaikan kepada masyarakat adalah hasil sensor penguasa. Hal ini merupakan upaya negara untuk mengintimidasi kalangan pemuka agama.
"Apakah RUU PUB yang sekarang dibahas akan mirip aturan zaman Soeharto, wallahu a'lam. Tapi semoga tidak," ungkap Kiai Satori.
Hari ini, Rabu (26/11), Kementerian Agama (Kemenag) RI membahas draf RUU Perlindungan Umat Beragama (PUB) yang antara lain berisi pasal tentang pengaturan materi dakwah di ruang publik. Menurut Ketua Ikatan Dai Indonesia (Ikadi), Satori Ismail, rencana aturan tersebut sebaiknya sesuai dengan esensi aktivitas dakwah serta memerhatikan aspek lokalitas.